Sebaliknya, negara yang gagal memperkuat institusinya sering kali terjebak dalam siklus kekerasan yang berulang.Â
Sebagai contoh, di Sudan, kegagalan dalam membangun institusi yang adil menyebabkan ketidakstabilan yang terus menerus, yang justru memperburuk kondisi sosial dan ekonomi negara tersebut (Bureau of African Affairs, 2018).
Contoh Keberhasilan Rekonsiliasi Pasca-Konflik di Negara Lain
Rwanda adalah salah satu contoh yang sangat dikenal di dunia tentang bagaimana negara yang baru saja mengalami genosida dapat membangun kembali kedamaian.Â
Setelah genosida tahun 1994 yang menghancurkan hampir satu juta nyawa, negara ini harus mencari cara untuk menyembuhkan luka kolektif dan membangun kembali masyarakatnya.Â
Salah satu kunci suksesnya adalah penguatan institusi hukum dan sosial, yang berfungsi untuk membawa keadilan bagi semua pihak yang terlibat.
Menurut UNHCR - The UN Refugee Agency (2020), Rwanda melakukan pendekatan yang berbeda dalam menangani masalah keadilan pasca-konflik.Â
Mereka memperkenalkan sistem pengadilan komunitas yang disebut Gacaca, yang memungkinkan masyarakat untuk ikut serta dalam proses rekonsiliasi dan keadilan.Â
Meskipun Gacaca menuai kontroversi karena metode yang digunakan, keberhasilan mereka dalam membawa keadilan lokal dan menghentikan siklus kekerasan layak untuk dipelajari lebih dalam.Â
Ini adalah contoh jelas bahwa penguatan institusi lokal yang inklusif—yang menggabungkan hukum formal dan adat—dapat menciptakan dasar yang kokoh untuk perdamaian yang berkelanjutan.
Di sisi lain, Bosnia-Herzegovina menghadapi tantangan yang sangat berbeda dalam proses rekonsiliasi setelah Perang Bosnia (1992-1995).Â
Meski negara ini berhasil mengimplementasikan Dayton Agreement yang membawa perdamaian, penguatan institusi tetap menjadi tantangan utama.Â