Di beberapa daerah, seperti yang tercatat di Indramayu, pernikahan dini telah berkontribusi pada tingginya angka kekerasan dalam rumah tangga yang melibatkan perempuan muda (UNICEF, 2023).
Upaya Pemerintah dan Lembaga Terkait
Pemerintah Indonesia melalui KemenPPPA telah mengambil langkah-langkah penting untuk mengurangi angka perkawinan anak. Di antaranya, dengan menggalakkan kampanye sosial yang berfokus pada penyuluhan tentang bahaya pernikahan dini.Â
Namun, meski upaya ini cukup intensif, ada banyak tantangan dalam implementasinya.Â
Salah satunya adalah terbatasnya jumlah hakim yang menangani dispensasi pernikahan anak di pengadilan agama, yang sering kali memperlambat proses verifikasi dan persetujuan untuk pernikahan di bawah usia 18 tahun (KemenPPPA, 2023).
Selain itu, kebijakan yang ada belum sepenuhnya diterima atau diimplementasikan dengan baik oleh masyarakat di daerah-daerah tertentu.Â
Banyak keluarga, terutama di desa-desa terpencil, yang masih menganggap bahwa pernikahan dini adalah solusi untuk berbagai masalah, seperti kemiskinan atau kehamilan di luar nikah.Â
Ini menunjukkan bahwa masih ada kesenjangan pemahaman yang harus dijembatani, baik melalui edukasi maupun kebijakan yang lebih tegas.
Solusi yang Dapat Diterapkan
Meskipun tantangannya besar, saya percaya ada beberapa langkah yang bisa diambil untuk mengatasi masalah ini.Â
Salah satu solusi yang dapat diterapkan adalah dengan melakukan revisi terhadap hukum keluarga Islam terkait batas usia pernikahan.Â
Menurut penelitian Musfiroh, yang terbitkan oleh UIN Malang, pembaruan dalam hukum ini sangat diperlukan untuk memperjelas dan memperkuat ketentuan yang melarang pernikahan di bawah usia 18 tahun (Jurnal De Jure UIN Malang, 2023).Â
Selain itu, perlu juga adanya penegakan hukum yang lebih ketat terkait dispensasi pernikahan, agar tidak ada lagi kasus di mana anak-anak menikah hanya karena alasan sosial atau ekonomi.