Hal lain yang patut dipertanyakan adalah sifat kebijakan ini yang terbatas pada periode liburan.Â
Penurunan harga hanya berlaku untuk penerbangan yang dilakukan dalam waktu kurang dari dua minggu, dari 19 Desember 2024 hingga 3 Januari 2025.Â
Kebijakan yang hanya berlaku pada waktu tertentu ini cenderung tidak cukup untuk merangsang perubahan signifikan dalam pola pikir masyarakat.Â
Masyarakat Indonesia, seperti yang banyak kita lihat dalam perilaku belanja, cenderung menginginkan kestabilan dan kepastian, bukan kebijakan yang datang dan pergi dalam waktu singkat.
Erick Thohir, Menteri BUMN, juga sempat menegaskan dalam konferensi pers di Bandara Soekarno-Hatta bahwa animo masyarakat terhadap kebijakan ini belum dapat disimpulkan dengan pasti.Â
Ini menunjukkan bahwa meskipun penurunan harga tiket pesawat adalah langkah yang positif, efektivitasnya masih dipertanyakan, mengingat hanya 42% tiket yang terjual di awal bulan Desember.Â
Temuan penelitian oleh Zaki (2023) menunjukkan bahwa kebijakan satu sisi seperti penurunan harga tiket pesawat belum cukup mampu mengubah pola konsumsi masyarakat secara drastis.
Apa yang Harus Dilakukan ke Depan?
Meskipun kebijakan penurunan harga tiket pesawat selama liburan ini patut diapresiasi, saya rasa hal ini belum cukup untuk memberikan solusi jangka panjang.Â
Penurunan harga yang bersifat sementara hanya bisa memberikan manfaat sesaat, dan tidak mengatasi akar masalah yang lebih besar, yakni daya beli masyarakat yang mengendor dan harga tiket yang tinggi dalam jangka panjang.Â
Untuk itu, pemerintah perlu memikirkan kebijakan yang lebih stabil dan dapat memberikan harga tiket yang terjangkau sepanjang tahun.
Lebih jauh, kebijakan ini harus diikuti dengan upaya yang lebih terintegrasi, misalnya dengan memperbaiki layanan transportasi lainnya yang bisa menjadi alternatif.Â