Mohon tunggu...
Aidhil Pratama
Aidhil Pratama Mohon Tunggu... Administrasi - ASN | Narablog

Minat pada Humaniora, Kebijakan Publik, Digital Marketing dan AI. Domisili Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Antara Job Fair dan Kesenjangan Keterampilan

28 November 2024   09:00 Diperbarui: 28 November 2024   15:59 399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang pencari kerja melindungi kepalanya dari panas matahari, sambil mengantri di Job Fair.(KOMPAS.COM/FIRMAN TAUFIQURRAHMAN) 

Job fair seringkali menjadi angin segar bagi pencari kerja, memberikan kesempatan untuk bertemu langsung dengan perusahaan yang sedang mencari karyawan. Namun pertanyaannya, apakah program mingguan ini benar-benar cukup efektif untuk mengurangi pengangguran yang terus meningkat? 

Solusi Cepat, Namun Tak Tersentuh Akar Masalah

Job fair memang memberikan peluang bagi pencari kerja untuk melamar berbagai posisi, tetapi ini hanya langkah awal yang belum menjawab akar masalah pengangguran. 

Tanpa perbaikan mendalam pada sistem pendidikan dan pelatihan vokasional yang relevan dengan dunia industri, job fair hanya menjadi upaya sementara yang kurang efektif. 

Seringkali kita mendengar cerita tentang lulusan perguruan tinggi yang kesulitan menemukan pekerjaan sesuai dengan bidang studi mereka. Sebagian besar akhirnya bekerja di luar bidang studi mereka atau bahkan tidak bekerja sama sekali.

Menurut data dari BPS 2024, meski banyak peluang kerja yang tersedia, banyak pencari kerja yang tidak memiliki keterampilan yang dibutuhkan oleh industri. 

Hal ini disebabkan oleh kesenjangan antara kurikulum pendidikan di perguruan tinggi dan tuntutan dunia kerja. 

Artikel dari laman Kazokku menunjukkan bahwa angka pengangguran di kalangan sarjana meningkat dalam beberapa tahun terakhir. 

Pada 2023, tingkat pengangguran untuk lulusan sarjana naik dari 4,80% menjadi 5,18%. Ini menandakan adanya ketidaksesuaian yang lebih dalam antara dunia pendidikan dan dunia kerja.

Pentingnya Perubahan dalam Sistem Pendidikan dan Pelatihan

Masalah pengangguran di Indonesia bukan hanya masalah kurangnya lowongan pekerjaan, tetapi lebih pada ketidaksesuaian antara keterampilan yang dimiliki oleh pencari kerja dan yang dibutuhkan oleh dunia industri. 

Kesenjangan ini perlu segera diatasi dengan pembaruan sistem pendidikan dan pelatihan yang lebih relevan dengan tuntutan pasar kerja.

Salah satu solusi yang bisa diterapkan adalah penguatan pendidikan vokasional yang lebih terintegrasi dengan dunia usaha. 

Di banyak negara maju, seperti Jerman, perusahaan secara langsung terlibat dalam proses pendidikan vokasional. 

Ini memungkinkan lulusan untuk tidak hanya memahami teori, tetapi juga memperoleh keterampilan praktis yang langsung dapat diterapkan di dunia kerja. 

Mengadopsi model ini di Indonesia, dengan menggandeng lebih banyak sektor industri dalam merancang kurikulum pendidikan, akan memastikan bahwa para lulusan memiliki keterampilan yang dibutuhkan pasar.

Selain itu, peningkatan keterampilan soft skills juga menjadi elemen penting. 

Soft skills seperti komunikasi, kepemimpinan, dan kemampuan bekerja dalam tim seringkali menjadi kekurangan besar di kalangan pencari kerja, meskipun mereka memiliki keterampilan teknis yang mumpuni. 

Pendidikan vokasional perlu melibatkan pelatihan soft skills yang dapat mendukung pengembangan profesional para lulusan.

Inovasi dalam Job Fair

Job fair memang dapat menjadi pintu masuk bagi pencari kerja dan perusahaan untuk saling berkenalan. Namun, agar lebih efektif, penyelenggaraan job fair perlu diperbaharui. 

Salah satu inovasi yang bisa dilakukan adalah dengan memanfaatkan teknologi. 

Misalnya, job fair virtual yang memungkinkan pencari kerja untuk mengikuti acara tersebut dari mana saja, serta mempertemukan mereka dengan lebih banyak perusahaan yang relevan, tanpa terikat lokasi geografis. 

Selain itu, penggunaan teknologi AI dalam job fair dapat membantu mencocokkan keterampilan pencari kerja dengan posisi yang sesuai secara lebih akurat, meningkatkan efisiensi pencarian pekerjaan.

Job fair juga bisa menjadi tempat untuk pelatihan langsung bagi pencari kerja. 

Beberapa perusahaan sudah mulai mengadakan sesi wawancara, pelatihan keterampilan, dan konsultasi karier selama event job fair berlangsung. 

Menambahkan workshop tentang persiapan wawancara, penulisan CV, dan pengembangan soft skills bisa meningkatkan daya saing pencari kerja, terutama bagi mereka yang baru lulus atau minim pengalaman kerja.

Peran Pemerintah dalam Menjembatani Kesenjangan Keterampilan

Pemerintah memiliki peran penting dalam mengatasi pengangguran di Indonesia, namun peran itu tidak hanya terbatas pada penyelenggaraan job fair. 

Lebih jauh, pemerintah perlu berfungsi sebagai penghubung antara dunia pendidikan, pelatihan, dan industri. Kolaborasi antara ketiga sektor ini sangat penting. 

Tanpa sinergi yang kuat, upaya mengurangi pengangguran hanya akan menjadi wacana yang terus berulang tanpa hasil yang nyata.

Namun, tantangan bagi pemerintah adalah bagaimana memastikan agar kebijakan ketenagakerjaan dan pendidikan benar-benar dapat mengatasi permasalahan mendalam ini. 

Keterbatasan anggaran, birokrasi, dan koordinasi antar kementerian menjadi kendala yang harus dihadapi. 

Selain kebijakan yang berbasis pada regulasi, diperlukan kebijakan yang lebih fleksibel dan berbasis hasil nyata di lapangan.

Pembenahan Pendidikan dan Pelatihan

Job fair mingguan bisa menjadi solusi jangka pendek, namun untuk mengatasi pengangguran secara menyeluruh, kita membutuhkan langkah-langkah yang lebih komprehensif. 

Pembenahan sistem pendidikan dan pelatihan yang relevan dengan kebutuhan industri harus menjadi langkah utama. Pemerintah perlu memperkuat pendidikan vokasional dengan melibatkan sektor industri dalam perancangannya, dan memastikan pendidikan tersebut dilengkapi dengan keterampilan praktis dan soft skills yang dibutuhkan dunia kerja.

Di sisi lain, sektor swasta juga harus lebih proaktif dalam membantu pendidikan vokasional. 

Sebagai contoh, perusahaan besar dapat bekerja sama dengan perguruan tinggi dan lembaga pelatihan untuk merancang program magang atau pelatihan yang sesuai dengan perkembangan industri. 

Kolaborasi ini akan mempersiapkan para lulusan untuk dunia kerja yang lebih kompetitif dan dinamis.

Tanpa adanya kolaborasi yang erat antara pemerintah, sektor pendidikan, dan dunia usaha, kesenjangan keterampilan akan terus menghambat upaya menurunkan angka pengangguran. 

Meskipun job fair dapat memberikan peluang, tanpa perubahan struktural yang lebih mendalam, pengangguran dan ketidaksesuaian keterampilan akan tetap menjadi masalah besar yang terus mengganggu pasar tenaga kerja di Indonesia.

***

Referensi:

  • Badan Pusat Statistik. (2024, Februari 7). Program prioritas peningkatan kualitas pendidikan di tahun 2024. Beritakalteng.
  • Kazokku. (2024, November 15). Masalah ketenagakerjaan di Indonesia.
  • Alinea. (2024, November 15). Apa bisa job fair jadi solusi atasi pengangguran?
  • Antara News. (2024, Februari 7). Job fair mingguan dan efektivitas solusi atasi masalah pengangguran.
  • Kumparan. (2024, November 15). Kesenjangan antara kurikulum perguruan tinggi Indonesia dan kebutuhan industri.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun