Mohon tunggu...
Aidhil Pratama
Aidhil Pratama Mohon Tunggu... Administrasi - ASN | Narablog

Minat pada Humaniora, Kebijakan Publik, Digital Marketing dan AI. Domisili Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Buzzer, Opini Publik dan Demokrasi Digital Indonesia

27 November 2024   06:00 Diperbarui: 27 November 2024   06:08 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi buzzer dan manipulasi opini publik (Gambar diolah dengan Dall-E) 

Dengan data rahasia yang mereka kendalikan, ruang diskusi publik yang sehat terdistorsi menjadi arena polarisasi dan manipulasi.

Bayangkan, saat kita mencoba memahami kebijakan seperti UU Cipta Kerja, yang muncul di media sosial adalah perdebatan sengit, penuh sentimen emosional, bahkan serangan pribadi. 

Ruang komentar kehilangan maknanya sebagai tempat diskusi, berganti menjadi medan pertarungan opini yang disetir oleh strategi pasukan siber.

Salah satu dampak terbesar dari operasi buzzer adalah meningkatnya polarisasi sosial. 

Dengan narasi yang terus memecah belah, masyarakat menjadi semakin terfragmentasi. Pro-kontra kebijakan berubah menjadi konflik emosional yang sulit dijembatani.

Tidak hanya itu, kepercayaan publik terhadap media dan institusi demokrasi juga tergerus. 

Ketika opini yang muncul di media sosial terasa tidak autentik, bagaimana kita bisa percaya pada informasi yang ada? 

Menurut Monash University, fenomena ini memperkuat skeptisisme publik terhadap media arus utama yang dianggap berafiliasi dengan kekuasaan.

Mengatasi Manipulasi Opini Publik di Era Digital

Menghadapi fenomena buzzer yang kian meresahkan, kita tidak boleh hanya menjadi penonton. Ada dua langkah strategis yang harus segera diambil: regulasi yang tegas dan peningkatan literasi digital.

Pertama, regulasi yang kuat diperlukan untuk memastikan penggunaan buzzer dalam politik tidak disalahgunakan. Pemerintah harus transparan dalam penggunaan anggaran untuk komunikasi publik, sehingga tidak ada ruang bagi dana rakyat digunakan untuk membayar operasi pengaruh yang sebenarnya justru merugikan mereka. Transparansi ini penting untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap institusi negara.

Kedua, literasi digital masyarakat harus menjadi prioritas. Kita perlu mengajarkan masyarakat cara mengenali informasi palsu, menilai fakta secara rasional, dan tidak mudah terprovokasi oleh narasi emosional. Langkah ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga kewajiban kita sebagai warga negara. Media sosial telah menjadi bagian integral kehidupan sehari-hari, dan kemampuan untuk memilah informasi dengan bijak adalah keterampilan yang tidak bisa ditawar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun