Mohon tunggu...
Aidhil Pratama
Aidhil Pratama Mohon Tunggu... Administrasi - ASN | Narablog

Minat pada Humaniora, Kebijakan Publik, Digital Marketing dan AI. Domisili Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Dari Gelap Kolong Jembatan, Memupuk Asa Rumah yang Layak

11 November 2024   14:57 Diperbarui: 11 November 2024   21:21 362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kolong Jembatan Pakin di Pademangan, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Jumat (8/11/2024). (KOMPAS/SHINTA DWI AYU) 

Mereka yang terjebak di dalamnya tidak punya banyak pilihan selain bertahan, meskipun di tempat yang jauh dari kata layak. 

Permukiman kumuh seperti di Kolong Jembatan Pakin hanya memperkuat kesenjangan sosial yang selama ini menjadi tantangan besar di kota-kota besar Indonesia, termasuk Jakarta.

Relokasi Layak: Harapan yang Mungkin Masih Jauh

Lorong pemukiman warga yang berada di Kolong Jembatan Pakin, Pademangan, Jakarta Utara, Jumat (8/11/2024). (KOMPAS/SHINTA DWI AYU) 
Lorong pemukiman warga yang berada di Kolong Jembatan Pakin, Pademangan, Jakarta Utara, Jumat (8/11/2024). (KOMPAS/SHINTA DWI AYU) 
Ketika bicara tentang solusi, relokasi sering kali disebut sebagai pilihan. Pemerintah sudah melakukan berbagai upaya untuk menata permukiman kumuh

Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024, DKI Jakarta telah berhasil mengurangi jumlah RW kumuh dari 16,45% menjadi 9,22% dengan menata 220 RW kumuh pada tahun sebelumnya. 

Program relokasi atau penataan kawasan kumuh ini memang terlihat berhasil di beberapa wilayah, tapi tetap saja ada tantangan besar yang harus dihadapi, terutama dalam hal keberlanjutan sosial dan ekonomi warga yang direlokasi.

Jika kita lihat pengalaman di Surabaya, misalnya, ada Program Perbaikan Kampung yang dikelola dengan pendekatan partisipatif. 

Program ini tidak hanya berhasil menata kawasan kumuh, tetapi juga melibatkan warga dalam prosesnya, sehingga mereka merasa memiliki dan bertanggung jawab atas tempat tinggal yang baru. 

Dengan pendekatan ini, tidak ada kesan “asal gusur” atau memindahkan orang tanpa mempertimbangkan aspek sosial dan budaya mereka.

Relokasi Gratis atau Terjangkau: Solusi atau Tantangan Baru?

Relokasi tanpa biaya sewa atau dengan biaya yang sangat terjangkau mungkin bisa menjadi solusi bagi warga seperti Jumiati. 

Pendapat ahli dari Universitas Gadjah Mada menunjukkan pentingnya konsolidasi tanah yang berkelanjutan dalam kebijakan relokasi kawasan kumuh. 

Dengan kebijakan seperti ini, keberlanjutan sosial dan ekonomi warga bisa lebih terjamin. Artinya, mereka tidak hanya dipindahkan ke tempat yang lebih layak, tetapi juga diberikan kesempatan untuk berkembang secara ekonomi tanpa terbebani oleh biaya sewa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun