Tidak mudah memang, terutama karena setiap kelompok memiliki kepentingan dan nilai yang berbeda.Â
Namun, bila kita ingin menjaga keutuhan bangsa, diperlukan pendekatan inklusif yang mengakomodasi kepentingan bersama di atas kepentingan golongan tertentu.
Belajar dari Pengalaman Demokrasi Negara Lain
Menurut studi dari Arie Sujito dalam Jurnal Pancasila UGM, pluralisme memiliki pengaruh yang signifikan dalam pemilu di negara-negara demokratis.Â
Pluralisme tidak hanya memberikan ruang bagi masyarakat untuk mengekspresikan pandangan yang berbeda, tetapi juga mendorong kebijakan publik yang lebih inklusif.Â
Dalam konteks ini, pemilu tidak hanya menjadi ajang perebutan kekuasaan, tetapi juga ruang bagi masyarakat untuk menyalurkan aspirasi dan kepentingan mereka melalui proses demokrasi.
Di AS, pluralisme ini tampak diuji ketika pemilu mengharuskan setiap kandidat berusaha menarik dukungan dari kelompok-kelompok yang beragam.Â
Harris, misalnya, mendapatkan dukungan dari komunitas kulit hitam dan kelompok progresif, sementara Trump cenderung didukung oleh kelompok konservatif dan kelas pekerja yang lebih tradisional.Â
Dengan latar belakang pendukung yang beragam ini, kedua kandidat dituntut untuk mengembangkan kebijakan yang tidak hanya memihak satu kelompok, tetapi dapat diterima oleh mayoritas.
Di Indonesia, kita juga memiliki masyarakat yang sangat majemuk, dengan beragam suku, agama, dan budaya.Â
Penting bagi pemimpin kita untuk belajar dari pengalaman pemilu di negara lain, termasuk AS, dalam membangun kebijakan yang lebih inklusif.Â
Kita membutuhkan pemimpin yang mampu merangkul semua elemen masyarakat, serta mendorong kebijakan yang mengedepankan kepentingan bangsa secara keseluruhan.