Mohon tunggu...
Aidhil Pratama
Aidhil Pratama Mohon Tunggu... Administrasi - ASN | Narablog

Minat pada Humaniora, Kebijakan Publik, Tips Digital Marketing dan AI.

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Refleksi 78 Tahun Rupiah: Simbol dan Tantangan Baru

30 Oktober 2024   12:09 Diperbarui: 30 Oktober 2024   12:19 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi mata uang rupiah (KOMPAS.ID/SUPRIYANTO) 

Hari Uang Nasional, 30 Oktober, adalah momen refleksi. Rupiah awalnya bukan hanya sebagai alat tukar, tapi juga simbol perjuangan dan kemerdekaan bangsa. 

Saat Oeang Republik Indonesia (ORI) diterbitkan pada 1946, ia menggantikan mata uang kolonial, membawa harapan bagi Indonesia yang baru merdeka saat itu. 

Kini, di usia 78 tahun, kita melihat bagaimana rupiah terus berkembang menghadapi tantangan, seperti digitalisasi dan perubahan kebutuhan ekonomi masyarakat.

Rupiah dan Tantangan Era Digital

Seiring perkembangan teknologi, rupiah tidak hanya berbentuk kertas atau koin lagi, tetapi hadir dalam wujud digital. 

Uang elektronik, QRIS, dan pembayaran nontunai telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari kita. 

Transformasi ini telah memperluas akses keuangan, bahkan bagi segmen masyarakat yang sebelumnya sulit dijangkau. 

Ini merupakan perkembangan positif, terutama dalam memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi banyak orang.

Namun, digitalisasi juga membawa tantangan baru, seperti ketergantungan pada utang online. 

Akses digital yang luas memfasilitasi pinjaman berbasis teknologi, yang sering menjadi jebakan bagi masyarakat kelas menengah ke bawah yang terhimpit biaya hidup.

Ketergantungan pada Pinjaman Daring

Masyarakat kelas menengah ke bawah yang menghadapi kenaikan biaya hidup sering kali beralih ke pinjaman daring sebagai solusi cepat. 

Fenomena ini erat berkaitan dengan angka kemiskinan di Indonesia yang meningkat pelan tapi pasti, selama satu dasawarsa terakhir. 

Ketika pendapatan stagnan dan kebutuhan meningkat, pinjaman daring tampak seperti jalan keluar. 

Namun, dampaknya terhadap stabilitas ekonomi kelas bawah sangat merugikan. 

Pengamat ekonomi Nailul Huda mencatat bahwa ketika daya beli masyarakat menurun, kemampuan mengembalikan utang juga ikut menurun, mengakibatkan kredit macet dan memperburuk kondisi ekonomi mereka.

Ketergantungan ini mengingatkan pada budaya "kasbon" di warung. 

Bedanya, jika kasbon hanya melibatkan pemilik warung dan pelanggan, pinjaman daring melibatkan platform teknologi yang lebih kompleks dan tidak selalu memberikan pemahaman jelas tentang risiko. 

Berdasarkan data OJK pada 2024, lebih dari 60% peminjam daring mengalami kesulitan mengelola utang karena kurangnya pemahaman tentang bunga tinggi dan denda keterlambatan. 

Ini adalah salah satu dampak negatif dari digitalisasi yang memerlukan perhatian serius dari pemerintah.

Pentingnya Kebijakan Ekonomi Inklusif

Solusi atas masalah ini bukan sekadar melarang akses pinjaman daring. 

Menurut Kementerian Keuangan, kebijakan ekonomi inklusif menjadi kunci mencegah ketergantungan pada utang konsumtif. 

Kebijakan ekonomi inklusif adalah pendekatan yang memastikan semua lapisan masyarakat, terutama kelompok rentan, memiliki akses ke layanan keuangan dan peluang ekonomi yang setara. 

Program inklusi keuangan diharap akan meningkatkan akses masyarakat terhadap produk tabungan dan layanan keuangan formal, membantu mereka mengelola keuangan lebih baik dan mengurangi ketergantungan pada utang konsumtif. 

Melalui strategi nasional keuangan inklusif, pemerintah berpeluang memperluas akses ke layanan finansial aman dan berkelanjutan bagi kelompok rentan. 

Program tabungan inklusif bagi masyarakat berpenghasilan rendah telah meningkatkan kepemilikan rekening bank dan partisipasi dalam layanan keuangan formal, sehingga masyarakat dapat meningkatkan pendapatan tanpa bergantung pada utang daring.

Bank Indonesia juga menekankan pentingnya inklusi keuangan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. 

Inklusi keuangan bukan hanya membuka akses ke rekening bank, tetapi juga memastikan masyarakat memahami cara memanfaatkan layanan keuangan untuk meningkatkan kesejahteraan. 

Ini termasuk akses pembiayaan bagi UMKM, yang membantu masyarakat kelas menengah ke bawah menjadi lebih mandiri secara finansial.

Solusi Kebijakan Ekonomi Inklusif

Melihat tantangan ini, kebijakan ekonomi yang seimbang antara teknologi dan kesejahteraan sangat diperlukan. 

Pemerintah telah memperluas infrastruktur digital dan meningkatkan konektivitas internet di seluruh Indonesia. 

Contohnya, program Palapa Ring dan pengembangan BTS 4G di daerah terpencil berhasil meningkatkan akses internet di wilayah pelosok. 

Dengan ini, kita tidak hanya mendorong adopsi teknologi, tetapi juga memastikan manfaatnya dirasakan semua warga negara.

Teknologi seharusnya menjadi alat untuk meningkatkan kesejahteraan, bukan menambah beban. 

Oleh karena itu, perlu integrasi bantuan sosial dengan teknologi finansial agar kelompok rentan tetap produktif dan terhubung dengan ekosistem ekonomi. 

Menurut laporan Bank Dunia, perluasan akses teknologi dengan program bantuan sosial yang tepat dapat membantu masyarakat menengah ke bawah tetap stabil secara ekonomi.

Rupiah sebagai Simbol dan Sarana

Di usia ke-78, rupiah tetap menjadi simbol kedaulatan dan kemerdekaan Indonesia, sekaligus sarana untuk mencapai kesejahteraan. 

Tantangan saat ini, seperti digitalisasi dan ketergantungan pada utang, memerlukan kebijakan inklusif agar semua masyarakat merasakan manfaat ekonomi.

Peringatan Hari Uang Nasional ini seharusnya mengingatkan kita bahwa walaupun uang bukan segalanya, tapi uang tetap penting untuk kehidupan. 

Tugas kita, dan khususnya Pemerintah, adalah memastikan setiap warga negara memiliki akses yang adil dan setara, agar roda ekonomi terus berputar demi kesejahteraan bersama.

***

Referensi:

  • Tirto.id. (n.d.). Hari Keuangan Nasional 30 Oktober: Sejarah Lahirnya Mata Uang RI.
  • Kompaspedia. (n.d.). Hari Keuangan Nasional: Momentum Penguatan Nilai Rupiah.
  • Bank Indonesia. (2022). News Release: SP_2417922.
  • Tirto.id. (n.d.). Budaya Cashless Mulai Geser Penggunaan Uang Tunai di Indonesia.
  • Itworks.id. (n.d.). Ini Hasil Survei Pengguna Keuangan Digital di Indonesia.
  • Republika. (n.d.). Sosiolog: Fenomena Pinjaman Online Muncul Akibat Tingginya Kemiskinan.
  • Kontan.co.id. (n.d.). Daya Beli Masyarakat Turun Pengaruhi Pengembalian Pinjaman Fintech Lending.
  • Kementerian Keuangan Republik Indonesia. (n.d.). Artikel Keuangan Inklusif di Indonesia.
  • Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko. (n.d.). Kebijakan Fiskal dan Pembangunan Ekonomi Inklusif.
  • Bank Indonesia. (2022). News Release: SP_2412822.
  • Presidenri.go.id. (n.d.). Strategi Pemerintah untuk Transformasi Ekonomi Inklusif dan Berkelanjutan.
  • Bappenas.go.id. (n.d.). Pertumbuhan Ekonomi Inklusif Mengentaskan Kemiskinan dan Ketimpangan di Indonesia.
  • World Bank. (2020). Expanding Middle Class Key for Indonesia Future.
  • World Bank. (n.d.). Beyond Unicorns: Harnessing Digital Technologies for Inclusion in Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun