Mahasiswa (BEM) setelah insiden pemasangan karangan bunga satire untuk Presiden dan Wakil Presiden, sebagai bentuk kritik terhadap kebijakan pemerintah yang dianggap tidak berpihak kepada masyarakat.Â
Dekanat Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga (Unair) Surabaya baru-baru ini mencabut pembekuan Badan EksekutifAksi ini mendapat perhatian luas, mencerminkan kekecewaan mahasiswa terhadap kondisi politik saat ini.Â
Dari satu sisi, ini tampak seperti kemenangan kecil bagi mahasiswa.Â
Namun, di sisi lain, ini mengungkapkan betapa kuatnya campur tangan politik dan ekonomi di lingkungan pendidikan tinggi Indonesia.Â
Jika kita menelisik lebih dalam, ada masalah besar yang tengah terjadi: kebebasan akademik yang semakin terkikis.
Cengkeraman Politik dalam Pendidikan Tinggi
Politik dan pendidikan tinggi di Indonesia memiliki sejarah panjang.Â
Menurut literatur dari Indonesia Investments, intervensi politik di kampus sudah terjadi sejak masa pra-kemerdekaan hingga sekarang.Â
Pada masa kolonial, pemerintah Belanda mengendalikan pendidikan tinggi untuk menjaga stabilitas kolonial dengan membatasi akses kaum pribumi dan mengawasi kurikulum agar tidak memicu gerakan nasionalis, seperti yang terjadi di STOVIAÂ dan Technische Hoogeschool (kini ITB).
Pasca kemerdekaan, terutama pada masa Orde Baru, pemerintah memiliki kendali penuh atas kurikulum dan kebijakan universitas.Â
Kurikulum diatur sesuai ideologi Pancasila dan materi ajar dibatasi agar tidak mengandung kritik terhadap pemerintah.Â
Bahkan, Departemen Pendidikan menentukan topik penelitian dan menyelaraskan visi kampus dengan kepentingan negara.