Dalam Pilgub kali ini, dua pasangan calon, M Ramdhan Pomanto-Azhar Arsyad dan Andi Sudirman Sulaiman-Fatmawati Rusdi, berusaha menunjukkan keunggulan mereka dengan modal pengalaman yang berlimpah.Â
Tapi, apakah pengalaman saja cukup? Ataukah ini hanya formalitas yang perlu dilengkapi dengan visi dan persiapan teknis yang matang?
Mengapa Pengalaman Dianggap Kunci?
Masyarakat kita masih sangat menghargai pengalaman sebagai faktor penting dalam memilih pemimpin.Â
Tak heran, karena pengalaman dianggap sebagai bukti nyata dari kemampuan seseorang.Â
Menurut hasil survei yang dilakukan oleh Katadata Insight Center (KIC), sebanyak 41,13% pemilih menyatakan bahwa kinerja dan rekam jejak kandidat adalah faktor utama dalam menentukan pilihan mereka.Â
Hal ini karena pengalaman dianggap sebagai bukti kemampuan kandidat untuk menghadapi tantangan dan membawa perubahan yang berarti, memberikan keyakinan kepada masyarakat bahwa mereka dapat menjalankan tugas dengan baik.Â
Selain itu, rekam jejak digital yang baik, menurut GoodStats, juga sangat mempengaruhi persepsi publik—sebanyak 96% responden mengaku bahwa jejak digital para kandidat berdampak pada keputusan mereka.
Andi Sudirman dan Fatmawati Rusdi, misalnya, punya rekam jejak yang cukup kuat di pemerintahan.Â
Fatmawati sebagai mantan anggota DPR RI dan Wakil Walikota Makassar, serta Andi Sudirman sebagai petahana, memiliki banyak cerita tentang apa yang sudah mereka capai selama masa jabatan.Â
Mereka mengandalkan data konkret, seperti peningkatan Indeks Kesejahteraan Rakyat (IKR) dan Indeks Pelayanan Publik (IPP), sebagai modal utama dalam debat.
Namun, apakah semua pengalaman itu selalu relevan?Â
Pengalaman yang dibawa oleh kandidat tentu akan berkontribusi pada diskusi, tetapi masyarakat ingin lebih dari itu.Â
Mereka ingin perubahan, mereka ingin lebih dari cerita lama.
Keterbatasan Pengalaman Tanpa Persiapan Teknis
Meskipun pengalaman sangat dihargai, tidak berarti bahwa kandidat dapat mengabaikan persiapan teknis.Â
Dalam literatur yang diulas oleh Wantimpres, ada kritik terhadap debat politik yang monoton dan kurang mendalam karena mengandalkan pengalaman tanpa disertai persiapan khusus, seperti melakukan riset mendalam tentang isu-isu spesifik atau latihan menjawab pertanyaan kritis yang mungkin muncul.Â
Tidak adanya persiapan teknis bisa mengurangi greget perdebatan, dan ini tentunya bukan yang diinginkan publik.Â
Kita butuh pemimpin yang tidak hanya paham isu, tetapi juga mampu menyampaikan argumen dengan data yang jelas dan terstruktur.
Dalam debat, ketika kandidat terlalu banyak bicara tentang apa yang sudah dilakukan, diskusi bisa terasa membosankan dan kehilangan relevansinya.Â
Kita tidak hanya butuh cerita tentang apa yang sudah terjadi, tetapi juga peta jalan tentang apa yang akan dilakukan.Â
Masyarakat ingin tahu solusi nyata yang akan diambil untuk masalah-masalah yang mungkin mereka hadapi lima tahun ke depan.Â
Di sinilah persiapan teknis berperan, sebagai bukti keseriusan kandidat dalam memahami dan menawarkan solusi untuk tantangan baru.
Apakah Visi Misi Terlalu Bergantung pada Masa Lalu?
Tentu saja, ada pertanyaan yang muncul: apakah kedua pasangan calon ini terlalu bergantung pada masa lalu mereka?Â
Pengalaman masa lalu memang penting, tetapi dunia terus berubah, begitu juga masalah yang dihadapi masyarakat.Â
Menurut survei GoodStats, masyarakat menghargai visi inovatif dalam kampanye.Â
Mereka tidak hanya ingin tahu bagaimana para kandidat ini berhasil di masa lalu, tetapi juga bagaimana mereka akan menjawab tantangan yang berbeda di masa depan.Â
Jadi, pengalaman tanpa pembaruan visi sama seperti mengulang buku lama dalam situasi yang sudah berubah.
Misalnya, pelayanan publik, seperti yang dijanjikan oleh Prof. Zudan Arif Fakrulloh, seharusnya lebih dari sekadar memenuhi standar.Â
Program-program ini penting karena dapat meningkatkan aksesibilitas bagi masyarakat yang kurang mampu, seperti menyediakan transportasi untuk layanan kesehatan dan mempermudah pembuatan KTP, sehingga dapat benar-benar meningkatkan kesejahteraan dan kenyamanan hidup mereka.Â
Ia menyebutkan pentingnya program-program yang benar-benar menyentuh kesejahteraan masyarakat, seperti transportasi untuk akses ke rumah sakit atau pembuatan KTP yang lebih efisien.Â
Ini adalah contoh bagaimana visi baru bisa dihadirkan untuk menjawab kebutuhan publik secara langsung.
Jika kandidat hanya mengandalkan keberhasilan masa lalu tanpa inovasi, mereka mungkin kehilangan relevansi dengan masyarakat saat ini.
Pengalaman atau Pembaruan?
Pengalaman adalah modal penting, tetapi tanpa visi baru dan persiapan matang, debat hanya menjadi formalitas.Â
Masyarakat ingin solusi yang relevan dan visi ke depan.Â
Jadi, pengalaman memang fondasi, tapi seberapa jauh keberanian para kandidat untuk memperbarui visi mereka dan merancang masa depan yang lebih baik?Â
Apakah pengalaman saja cukup untuk menjawab tantangan yang terus berubah?
***
Referensi:
- Publikasi Online. (2024, Oktober 27). Modal pengalaman dan prestasi Andi Sudirman siap menghadapi debat pertama Pilgub Sulsel 2024.
- Wajah Indonesia. (2024, Oktober 27). Pengalaman dan kerja nyata jadi modal besar andalan hati di debat perdana.
- Antara News. (2024). Profil Fatmawati Rusdi, cawagub Sulawesi Selatan 2024.
- Wantimpres. (2024). Debat calon kepala daerah.
- Seruling Media. (2024). Debat publik Pilkada sebagai cermin kualitas kepemimpinan daerah oleh Ir. Budi Santoso MS.
- GoodStats. (2024). Pilkada 2024: Jejak digital politisi jadi sorotan masyarakat.
- Katadata. (2024). Kinerja dan rekam jejak, pertimbangan utama pemilih dalam Pilkada 2024.
- Bisnis.com. (2024). Aturan kampanye Pemilu 2024: Larangan, metode, hingga sanksinya lengkap.
- Rakyat Sulsel. (2024, September 25). Pj Gubernur Sulsel ajak masyarakat cermati visi-misi Cakada dalam tahapan kampanye Pilkada 2024.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H