Salah satu solusi konkret yang dapat diambil untuk mencegah kekerasan di pesantren adalah penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) perlindungan anak.Â
SOP ini akan memberikan pedoman yang jelas bagi para pendidik dan pengasuh di pesantren mengenai bagaimana cara mendidik tanpa menggunakan kekerasan.Â
Dengan adanya SOP ini, pesantren dapat menciptakan lingkungan pendidikan yang lebih aman, di mana hak-hak anak dihormati dan dilindungi.
Namun, penerapan SOP saja tidak cukup. Fasilitas konseling juga perlu diperkuat untuk mendukung anak-anak yang menjadi korban kekerasan.Â
Sayangnya, banyak pesantren yang belum memiliki fasilitas konseling yang memadai, sehingga korban kekerasan sering kali sulit mendapatkan dukungan psikologis yang mereka butuhkan.Â
Hal ini tentu menjadi tantangan besar bagi pemerintah untuk memastikan bahwa pesantren memiliki sarana yang lengkap untuk menangani masalah ini secara menyeluruh.
Langkah Ke Depan
Pada akhirnya, tanggung jawab besar ada di pundak Menteri Agama dan Menteri PPPA yang baru. Mereka harus melanjutkan upaya yang telah dirintis sebelumnya dan memperkuat langkah-langkah pencegahan serta penindakan terhadap kekerasan anak di pesantren.Â
Tantangan yang ada tidak sedikit—dari rendahnya kesadaran akan kekerasan nonfisik hingga kuatnya budaya hierarki.Â
Namun, dengan kolaborasi yang lebih luas, penerapan SOP yang lebih ketat, dan peningkatan fasilitas konseling, ada harapan bahwa pesantren di Indonesia dapat menjadi tempat yang benar-benar aman dan nyaman bagi anak-anak.
Menjadikan pesantren sebagai ruang yang bebas dari kekerasan bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga kita semua sebagai masyarakat.Â
Kita perlu terus mengawasi, mendukung, dan terlibat aktif dalam menciptakan lingkungan pendidikan yang tidak hanya mengajarkan ilmu, tetapi juga menjunjung tinggi hak asasi manusia, terutama hak anak.