Mohon tunggu...
Aidhil Pratama
Aidhil Pratama Mohon Tunggu... Administrasi - ASN | Narablog

Minat pada Humaniora, Kebijakan Publik, Digital Marketing dan AI. Domisili Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Kupu-Kupu Digital: Youtuber Asing yang Menemukan Surga di Indonesia

1 Oktober 2024   07:00 Diperbarui: 1 Oktober 2024   08:14 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat ini, Indonesia tengah menjadi surga baru bagi para kreator konten digital dari berbagai penjuru dunia.

Layaknya kupu-kupu yang bermigrasi mencari iklim yang lebih bersahabat, para YouTuber asing ini terbang jauh ke negeri kita, membawa warna-warni konten mereka untuk memperkaya lansekap digital Tanah Air.

Fenomena ini bukan sekadar tren sesaat, melainkan sebuah pergeseran signifikan dalam ekosistem konten digital yang patut kita cermati bersama.

Mengapa Indonesia menjadi 'tempat migrasi' favorit?

Bayangkan sebuah negeri dengan 139 juta pasang mata yang haus akan konten menarik. Ya, itulah Indonesia kita.

Menurut data terbaru dari We Are Social, negeri ini menduduki peringkat keempat di dunia dalam jumlah pengguna YouTube, hanya kalah dari India, Amerika Serikat, dan Brasil. Angka fantastis ini menjadi magnet yang tak tertahankan bagi para kreator konten global.

Namun, bukan hanya soal angka. Ada sesuatu yang lebih dalam yang memikat para YouTuber asing ini.

Kekayaan budaya kita yang beragam, keindahan alam yang memesona, dan yang terpenting, kehangatan masyarakat kita, menjadi bahan bakar kreativitas yang tak ada habisnya. Mereka menemukan di sini bukan hanya penonton, tapi juga inspirasi yang tak pernah kering.

Antusiasme masyarakat Indonesia terhadap konten yang mengangkat sisi positif negeri ini juga menjadi daya tarik tersendiri.

Ada rasa bangga yang membuncah ketika orang asing mengapresiasi keindahan dan keunikan Indonesia, sebuah fenomena yang oleh sebagian pengamat disebut sebagai "glorifikasi". Walau demikian, kita butuh menyikapinya dengan cermat.

Daya tarik cuaca konten yang hangat

Jika kita analogikan dunia konten digital sebagai cuaca, maka Indonesia bisa dibilang memiliki iklim yang selalu cerah dan hangat.

Interaksi antara kreator dan penonton di sini begitu hidup, dinamis, dan penuh semangat. Para YouTuber asing merasakan betul bagaimana respons positif dari penonton Indonesia bisa menjadi sumber energi yang luar biasa dalam berkarya.

Konten-konten yang berhasil di Indonesia seringkali adalah yang mampu menyentuh sisi emosional dan kultural masyarakat.

Misalnya, video-video reaksi terhadap budaya Indonesia, ulasan makanan lokal, atau eksplorasi tempat-tempat wisata yang belum terlalu dikenal.

Para YouTuber asing ini dengan cerdik mengadaptasi gaya bertutur mereka agar lebih "Indonesia", menciptakan koneksi yang lebih dalam dengan penontonnya.

Bagaimana youtuber asing bertahan hidup dan berkembang?

Adaptasi adalah kunci kelangsungan hidup, dan para YouTuber asing ini memahami betul prinsip tersebut.

Mereka tidak sekadar datang dan membuat konten, tapi benar-benar berusaha memahami dan menyelami budaya lokal. Banyak di antara mereka yang belajar bahasa Indonesia dengan tekun, bahkan sampai fasih berbahasa daerah.

Misalnya, Korea Reomit (Jang Hansol), seorang YouTuber asal Korea Selatan dengan lebih dari 5,3 juta subscriber, terkenal karena kelihaiannya berbahasa Indonesia, doyan makan Rawon, dan sering membahas pertukaran budaya antara Korea Selatan dan Indonesia. 

Londo Kampung (David Jephcott), seorang YouTuber asal Inggris dengan 4,9 juta subscriber, memukau penonton dengan kemampuannya berbahasa Jawa Timuran lengkap dengan medhok-nya, serta konten yang menggambarkan kehidupan sehari-hari di Jawa. 

Hari Jisun, YouTuber asal Korea Selatan dengan 3,3 juta subscriber, terkenal karena video mukbang-nya yang menampilkan berbagai masakan Indonesia. 

Sacha Stevenson, pelopor di kalangan YouTuber asing, bersuami orang Indonesia, memiliki 1,3 juta subscriber melalui konten "How to Act Indonesian" yang menyoroti sisi unik budaya Indonesia dengan humor. 

Para YouTuber ini sukses menembus pasar Indonesia dengan konten yang dekat dengan budaya dan bahasa lokal. 

Strategi kolaborasi dengan kreator lokal juga menjadi langkah cerdas yang banyak ditempuh.

Kolaborasi ini bukan hanya membuka pintu ke audiens yang lebih luas, tapi juga menjadi jembatan budaya yang memungkinkan terjadinya pertukaran ide dan kreativitas.

Hasilnya? Konten yang lebih beragam, lebih otentik, dan pastinya, lebih menarik bagi audiens Indonesia.

Penggunaan fitur Youtube terbaru dan data analysis juga menjadi senjata rahasia mereka. Dengan memahami pola konsumsi konten dan preferensi penonton Indonesia, para YouTuber asing ini bisa terus menyajikan konten yang relevan dan diminati.

Dampak 'kupu-kupu migrasi' terhadap ekosistem konten lokal

Kehadiran para "kupu-kupu migrasi" ini tentu membawa angin segar sekaligus tantangan bagi ekosistem konten lokal.

Di satu sisi, standar kualitas konten menjadi terangkat. Para kreator lokal mau tidak mau, akan termotivasi untuk meningkatkan kualitas produksi dan kreativitas mereka demi bersaing di pasar yang semakin kompetitif.

Namun, fenomena ini juga memunculkan pertanyaan tentang identitas dan orisinalitas konten lokal.

Apakah kita akan terjebak dalam pusaran konten yang hanya bertujuan menyenangkan mata asing?

Atau justru ini menjadi kesempatan bagi kita untuk menunjukkan keunikan dan kekayaan budaya Indonesia ke panggung global?

Bisakah youtuber lokal menjadi 'kupu-kupu' di negara lain?

Pertanyaan ini menjadi refleksi menarik. Jika YouTuber asing bisa sukses di sini, mengapa tidak sebaliknya?

Beberapa contoh sukses seperti Nikmatul Rosidah, mantan TKW yang kini menjadi YouTuber terkenal di Kanada dengan konten memasak khas Indonesia, menunjukkan bahwa hal ini sangat mungkin.

Namun, tentu saja tantangannya tidak kecil. Kendala bahasa, perbedaan budaya, dan ketatnya persaingan di pasar global menjadi hambatan yang harus diatasi.

Kuncinya adalah menemukan keunikan yang bisa menjadi nilai jual di pasar internasional. Keindahan alam Indonesia, keragaman budaya, dan kekayaan kuliner kita bisa menjadi modal utama untuk menembus pasar global.

Shanty, seorang YouTuber Indonesia yang sukses mempromosikan kuliner Indonesia di China melalui food truck, adalah contoh lain bagaimana kreator lokal bisa membawa "rasa Indonesia" ke luar negeri.

Ini membuktikan bahwa dengan strategi yang tepat dan konsistensi, YouTuber Indonesia pun bisa mengepakkan sayap di kancah internasional.

Fenomena "kupu-kupu migrasi" ini membuka mata kita akan potensi besar Indonesia di dunia konten digital global.

Ini bukan hanya tentang YouTuber asing yang datang ke mari, tapi juga tentang bagaimana kita, sebagai bangsa, bisa memanfaatkan momentum ini untuk menunjukkan keindahan dan keunikan Indonesia ke mata dunia.

Mari kita renungkan: bagaimana kita bisa memanfaatkan fenomena ini untuk memajukan industri kreatif digital Indonesia?

Apakah kita sudah siap untuk tidak hanya menjadi "tuan rumah" yang baik, tapi juga menjadi pemain global yang diperhitungkan

Jawabannya ada di tangan para kreator, penonton, dan pemangku kepentingan di industri ini.

Referensi:

  • Kumparan.  (2024).  Glorifikasi Bangga YouTuber Luar Negeri Membuat Konten Tentang Indonesia.  
  • Katadata.  (2023).  Indonesia Peringkat Keempat Pengguna YouTube Terbanyak Dunia.
  • Beautynesia.  (2022).  Kisah Nikmatul Rosidah: Eks-TKW yang Sukses Jadi YouTuber Terkenal Se-Asia dan Kini Tinggal di Kanada.
  • Hops.  (2023).  Kisah Inspiratif YouTuber Shanty: Sukses Promosikan Kuliner Asli Indonesia di China Pakai Food Truck.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun