Mohon tunggu...
Aidhil Pratama
Aidhil Pratama Mohon Tunggu... Administrasi - ASN | Narablog

Minat pada Humaniora, Kebijakan Publik, Digital Marketing dan AI. Domisili Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Koboi Jalanan: Ngegas di Aspal, Ngebut ke Penjara

21 September 2024   00:23 Diperbarui: 21 September 2024   00:28 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi koboi jalanan. (Freepik via Voi.id) 

Jalan raya di Indonesia kini menghadapi ancaman serius dari fenomena "koboi jalanan". Insiden terbaru di Demak, di mana seorang pengemudi BR-V menembak ban mobil Pajero, menambah daftar panjang kasus kekerasan di jalan raya. Fenomena ini bukan hanya mengancam keselamatan publik, tetapi juga berdampak signifikan secara sosial dan ekonomi. 

Peningkatan frekuensi kekerasan jalanan mencerminkan lemahnya kontrol terhadap perilaku agresif pengendara. Meskipun undang-undang lalu lintas sudah ada, penegakannya masih jauh dari efektif. Akibatnya, banyak pengemudi merasa bebas bertindak sesuka hati tanpa takut konsekuensi hukum yang serius. 

Artikel ini akan mengupas karakteristik fenomena "koboi jalanan", menganalisis penyebabnya, dan membahas solusi untuk mengatasi masalah ini. 

Definisi dan Karakteristik "Koboi Jalanan" di Indonesia 

Fenomena "koboi jalanan" di Indonesia merujuk pada tindakan agresif dan berbahaya yang dilakukan oleh pengendara kendaraan bermotor di jalan raya. 

Karakteristik utama dari fenomena ini meliputi penggunaan senjata (baik api maupun tajam), intimidasi, dan perilaku ugal-ugalan yang mengancam keselamatan pengguna jalan lain. 

Insiden di Demak, di mana seorang pengemudi BR-V menembak ban mobil Pajero, hanyalah satu dari sekian banyak kasus serupa yang terjadi sepanjang tahun 2024. 

Di Bandung, misalnya, seorang pria diamankan setelah viral mengacungkan pistol (yang kemudian diketahui sebagai mainan) di Flyover Supratman. Kasus lain terjadi di Banceuy, Bandung, di mana dua pelaku yang positif narkoba melakukan aksi koboi dengan senjata air gun. 

Meskipun tidak ada statistik resmi yang komprehensif, berbagai insiden yang terjadi di berbagai daerah seperti Jakarta, Surabaya, Semarang, dan Lampung menunjukkan bahwa fenomena ini semakin meresahkan. Motif di balik aksi-aksi ini beragam, mulai dari kecemburuan, pengaruh narkoba, hingga terinspirasi dari game online. 

Meningkatnya kasus koboi jalanan mengindikasikan lemahnya kontrol terhadap perilaku agresif pengendara. Faktor-faktor seperti mudahnya akses terhadap senjata (walau seringkali palsu), kurangnya penegakan hukum yang tegas, dan rendahnya kesadaran akan keselamatan berkendara berkontribusi pada permasalahan ini. 

Fenomena ini juga mencerminkan masalah yang lebih luas dalam masyarakat, termasuk tingginya tingkat stres, kurangnya pengendalian emosi, dan normalisasi kekerasan. 

Analisis Penyebab Meningkatnya Kekerasan di Jalanan 

Fenomena "koboi jalanan" di Indonesia semakin marak terjadi akibat beberapa faktor utama. 

1. Kemacetan lalu lintas yang semakin parah di kota-kota besar. Penelitian tentang aggressive driving menunjukkan bahwa kemacetan berpengaruh signifikan terhadap perilaku agresif pengemudi, dengan persepsi risiko kecelakaan memperkuat perilaku tersebut hingga 32,1%. 

2. Tekanan psikologis yang dialami pengemudi. Studi yang diterbitkan di jurnal PLOS One mengungkapkan bahwa peningkatan frustrasi akibat penurunan ruang sosial dan kebijakan lockdown selama pandemi telah meningkatkan agresivitas di jalan. Kondisi serupa terlihat di Indonesia, di mana meningkatnya tekanan di jalan raya menyebabkan pengemudi lebih cepat marah. 

3. Kurangnya kesadaran etika berkendara dan minimnya penegakan hukum yang efektif. Penelitian tentang aggressive driving di Yordania menemukan bahwa pengemudi sering membenarkan perilaku agresif sebagai bentuk "pembalasan" terhadap pengguna jalan lain. Ketiadaan sanksi tegas dan lemahnya kontrol emosi menjadi faktor utama yang memperparah situasi ini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun