Seringkali, fokus kebijakan terletak pada mitigasi di wilayah-wilayah yang sudah berkembang, sementara daerah-daerah yang lebih panas dan tertinggal seperti NTT kurang mendapatkan perhatian yang memadai (Guivarch, Taconet, & Méjean, 2021).Â
Dalam konteks sosial budaya, perubahan iklim juga membawa dampak signifikan.Â
Di wilayah-wilayah beriklim panas, banyak budaya lokal yang bergantung pada alam kini terancam hilang.Â
Tradisi pertanian, yang telah diwariskan dari generasi ke generasi, mulai terkikis karena kondisi alam yang tidak lagi mendukung.Â
Masyarakat yang dulu hidup berdampingan dengan alam kini dipaksa untuk mencari alternatif ekonomi yang sering kali tidak sesuai dengan budaya lokal mereka.Â
Proses ini tidak hanya merusak perekonomian, tetapi juga mengancam keberlangsungan budaya yang telah hidup selama ratusan tahun.Â
Lebih dari itu, perpindahan penduduk dari daerah panas ke kota-kota besar menciptakan dinamika sosial baru yang tidak selalu positif.Â
Ketika penduduk dari daerah panas pindah ke kota-kota besar untuk mencari pekerjaan yang lebih baik, mereka sering kali menghadapi kesulitan beradaptasi dengan kehidupan perkotaan yang serba cepat dan kompetitif.Â
Ini menciptakan segregasi sosial baru di kota-kota besar, di mana penduduk asli kota merasa "terancam" oleh masuknya pendatang dari daerah panas.Â
Akibatnya, muncul ketegangan sosial yang memperburuk situasi, baik di kota maupun di daerah asal para pendatang (World Bank, 2023).Â
Jadi, bagaimana kita seharusnya merespons masalah ini?Â