Mohon tunggu...
Aidhil Pratama
Aidhil Pratama Mohon Tunggu... Lainnya - ASN | Narablog sejak 2010

Introvert, Millenial, Suka belajar hal-hal baru secara otodidak.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Suara Perempuan dalam Demokrasi: Angin Segar atau Sekedar Angin-anginan?

4 September 2024   23:17 Diperbarui: 4 September 2024   23:18 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puluhan Caleg Perempuan di Banda Aceh melakukan aksi longmarch dukung pemilu damai di Aceh, Rabu (12/3/2014)(Kompas.com/ Daspriani Y Zamzami)

Kita menyaksikan fenomena menarik dalam dunia politik Indonesia. Calon kepala daerah perempuan bermunculan di berbagai wilayah menjelang Pilkada Serentak 2024.

Sebagai orang awam yang gemar mengamati perkembangan politik, saya merasa tertarik untuk mengulik lebih dalam fenomena ini.

Apakah ini pertanda baik bagi demokrasi kita, atau hanya sekadar pemanis belaka?

Menurut data dari Perludem, keterwakilan perempuan di DPR hasil Pemilu 2024 diproyeksikan meningkat menjadi 22,1% atau 128 kursi dari total 580 kursi (Perludem, 2024).

Angka ini naik 1,6% dibanding Pemilu 2019. Meski kenaikannya tidak drastis, tapi setidaknya ada peningkatan.

Ibarat naik sepeda, pelan-pelan asal selamat. Lantas, apa yang menyebabkan fenomena ini?

Menurut teori "Politics of Presence" yang dikemukakan oleh Anne Phillips, kehadiran fisik kelompok-kelompok yang kurang terwakili (dalam hal ini perempuan) di lembaga politik formal itu penting (Phillips, 1995).

Teori ini menjelaskan bahwa representasi bukan hanya soal ide, tapi juga kehadiran.

Jadi, semakin banyak perempuan yang terjun ke dunia politik, semakin besar peluang suara mereka didengar. Meski ada peningkatan, 22,1% masih jauh dari kata ideal.

Bayangkan, dalam rapat DPR, dari 5 orang yang bicara, hanya 1 yang perempuan.

Sisanya?

Yah, mungkin bapak-bapak yang sibuk main Candy Crush sambil pura-pura serius.

Lalu, apa sih pentingnya keterwakilan perempuan di panggung politik?

Pertama, ini bukan soal gengsi atau quota semata.

Kehadiran perempuan di politik itu seperti bumbu dalam masakan.

Tanpanya, masakan (baca: kebijakan) bisa jadi hambar dan kurang pas di lidah masyarakat.

Perempuan membawa perspektif unik yang mungkin luput dari pandangan politisi laki-laki.

Kedua, keterwakilan perempuan bisa mendorong lahirnya kebijakan yang lebih peka terhadap isu-isu gender.

Misalnya, soal kesehatan reproduksi, perlindungan terhadap kekerasan domestik, atau kebijakan ramah ibu bekerja.

Tanpa suara perempuan, isu-isu ini bisa jadi hanya dianggap angin lalu.

Ketiga, dan ini penting, kehadiran perempuan di politik bisa menjadi teladan bagi generasi muda.

Bayangkan, anak perempuan kita bisa bermimpi menjadi presiden, bukan hanya putri salju yang menunggu pangeran datang.

Menurut saya, jalan menuju kesetaraan politik untuk perempuan di negara kita masih panjang dan berliku.

Pendapat ini didukung oleh penelitian tentang keterwakilan perempuan dalam politik Indonesia dari perspektif legal feminism, masih banyak hambatan yang dihadapi perempuan dalam partisipasi politik (Anon, 2023).

Mulai dari stereotip gender, beban ganda sebagai ibu rumah tangga dan politisi, hingga kurangnya dukungan dari partai politik.

Belum lagi faktor budaya dan agama yang kadang masih menjadi ganjalan.

Seperti yang diungkapkan dalam studi Helmi Yusuf (2023), interpretasi hukum keluarga Islam dan pandangan masyarakat tradisional kadang masih menjadi hambatan bagi perempuan untuk terjun ke dunia politik.

Jadi, apa yang bisa kita lakukan?

Pertama, kita perlu terus mendukung kebijakan affirmative action yang mendorong partai politik untuk mencalonkan lebih banyak perempuan.

Kedua, edukasi politik untuk perempuan perlu ditingkatkan.

Ketiga, kita sebagai masyarakat harus mulai mengubah cara pandang kita terhadap peran perempuan dalam politik.

Keterwakilan perempuan dalam politik bukan hanya soal angka atau jatah.

Ini soal memberi ruang bagi setengah populasi Indonesia untuk berkontribusi dalam pengambilan keputusan yang akan mempengaruhi hidup kita semua.

Jadi, mari kita dukung perempuan-perempuan hebat ini untuk terus maju dan berkarya di panggung politik.

Sehingga suatu hari nanti, kita bisa melihat sidang DPR yang imbang dalam jenis kelamin.

Bukan hanya soal jumlah, tapi juga dalam kualitas debat dan kebijakan yang dihasilkan.

Bukankah itu mimpi yang indah untuk demokrasi di negara kita?


Referensi:

  • Perludem. (2024, March 29). Ketangguhan perempuan politik jadi faktor peningkatan keterwakilan perempuan DPR hasil Pemilu 2024. https:  //perludem.  org/2024/03/29/ketangguhan-perempuan-politik-jadi-faktor-peningkatan-keterwakilan-perempuan-dpr-hasil-pemilu-2024/ 
  • Sidik, P. (2023). Keterwakilan perempuan dalam politik di Indonesia perspektif legal feminism. http:  //download.  garuda.  kemdikbud.  go.  id/article.  php?article=3585004&title=KETERWAKILAN+PEREMPUAN+DALAM+POLITIK+DI+INDONESIA+PERSPEKTIF+LEGAL+FEMINISM&val=31101 
  • Yusuf, H. (2023). Partisipasi perempuan dalam Pemilu 2024:  Komparasi perspektif hukum keluarga Islam dan feminisme. https:  //journal.  ptiq.  ac.  id/index.  php/qonuni/article/download/1658/454

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun