Mohon tunggu...
Aidhil Pratama
Aidhil Pratama Mohon Tunggu... Lainnya - ASN | Narablog sejak 2010

Introvert, Millenial, Suka belajar hal-hal baru secara otodidak.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Dari Doorstop ke Sandiwara, Metamorfosis Strategi Komunikasi Presiden

30 Agustus 2024   18:10 Diperbarui: 30 Agustus 2024   18:10 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Joko Widodo memberikan tanggapan tentang pembatalan revisi UU Pilkada. (Dok. YouTube Sekretariat Presiden) 

Belakangan ini, kita menyaksikan fenomena menarik dalam komunikasi politik di negeri ini. 

Presiden Joko Widodo, yang dulu dikenal rajin melakukan wawancara dadakan atau doorstop dengan wartawan, kini terlihat enggan bertatap muka langsung saat ditanya soal isu-isu sensitif. 

Bahkan, muncul istilah baru: "doorstop pura-pura". 

Fenomena ini menimbulkan pertanyaan: Apa yang sebenarnya terjadi dengan strategi komunikasi Presiden kita? 

Sebagai warga negara biasa, saya merasa perlu mencermati hal ini. Bukan untuk mengkritik, tapi untuk memahami dinamika komunikasi politik di era sekarang. Ternyata, fenomena ini bukan hanya terjadi di Indonesia, tapi juga di negara-negara lain. 

Para ahli menyebut era sekarang sebagai era "post-truth", di mana emosi dan keyakinan pribadi lebih berpengaruh dalam membentuk opini publik dibandingkan fakta objektif. 

Dalam konteks ini, Ahmad dan Ambardi (2020) menemukan bahwa politisi, termasuk presiden, cenderung menggunakan narasi emosional dan personalisasi untuk mempengaruhi opini publik. 

Ini mungkin menjelaskan mengapa tim presiden menganggap "doorstop pura-pura" sebagai strategi yang efektif. 

Namun, strategi ini bukanlah tanpa risiko. 

Irawanto dan Utomo (2023) dalam penelitian mereka menemukan bahwa wawancara yang dikreasikan memang dapat meningkatkan persepsi kompetensi pemimpin, tapi di sisi lain menurunkan persepsi kejujuran dan keterbukaan. Ini seperti pedang bermata dua: di satu sisi bisa meningkatkan citra, tapi di sisi lain bisa mengurangi kepercayaan publik. 

Lalu, bagaimana dampaknya terhadap transparansi pemerintahan? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun