Hameleers (2021) dalam teori Positioning Politik-nya menjelaskan bahwa partai politik perlu memposisikan diri secara tepat untuk menarik pemilih. Pemilihan Jeje-Ronal oleh PDI-P bisa dilihat sebagai upaya positioning yang unik di Jawa Barat. Mereka mencoba menggabungkan unsur lokalitas dengan sentuhan glamor selebriti.Â
Lantas, bagaimana strategi kampanye yang akan dijalankan?Â
De Vreese (2010) dalam Teori Kampanye Politik-nya menegaskan bahwa profil dan latar belakang calon akan sangat mempengaruhi strategi kampanye. PDI-P tentu harus jeli memanfaatkan kekuatan Jeje sebagai tokoh lokal dan Ronal sebagai magnet pemilih muda.Â
Menariknya, keputusan PDI-P ini seolah menggabungkan semua teori di atas dalam satu paket.Â
Mereka mempertimbangkan rasionalitas elektabilitas, memanfaatkan identitas kedaerahan, menggunakan daya tarik selebriti, memposisikan diri secara unik, dan merancang strategi kampanye yang disesuaikan.Â
Namun, apakah ini berarti PDI-P telah membuat keputusan yang tepat? Waktu yang akan menjawab.Â
Yang pasti, manuver ini telah mengubah peta politik Jawa Barat secara signifikan. Rival-rival politik PDI-P kini harus memikirkan ulang strategi mereka.Â
Bagi kita sebagai masyarakat, fenomena ini menjadi pelajaran berharga tentang dinamika politik lokal. Kita diingatkan bahwa dalam politik, tidak ada yang pasti hingga detik-detik terakhir. Keputusan bisa berubah dalam hitungan menit, mengubah konstelasi politik secara dramatis.Â
Yang terpenting, sebagai pemilih, kita harus tetap kritis dan rasional. Jangan mudah terpesona oleh gemerlapnya selebriti atau terbuai janji-janji manis kampanye.Â
Mari kita nilai calon pemimpin kita berdasarkan visi, misi, dan kapabilitas mereka dalam memajukan Jawa Barat.Â
Pada akhirnya, pilkada bukan sekadar kontes popularitas atau pertarungan strategi partai.Â