PDI-P menjelang penutupan pendaftaran calon kepala daerah Jawa Barat.Â
Dunia politik Indonesia kembali dihebohkan oleh manuver mengejutkanPartai berlambang banteng ini memutuskan mengusung pasangan Jeje Wiradinata dan Ronal Sunandar Surapradja, menggeser nama-nama yang sebelumnya digadang-gadang seperti Anies Baswedan dan kader internal Ono Surono.Â
Keputusan ini tentu mengundang banyak tanya.Â
Apakah ini langkah brilian atau justru blunder politik?Â
Jika kita menilik dari kacamata Teori Pemilihan Rasional yang dikemukakan oleh Green dan Shapiro (1994), keputusan PDI-P ini bisa dilihat sebagai kalkulasi rasional untuk memaksimalkan peluang kemenangan. Bisa jadi, partai melihat potensi elektabilitas Jeje-Ronal lebih menjanjikan dibanding calon lainnya. Namun, apakah benar demikian?Â
Bukankah Anies Baswedan memiliki popularitas yang jauh lebih tinggi?Â
Di sinilah kita perlu mempertimbangkan faktor lain, yakni identitas kedaerahan.Â
Teori Identitas Sosial dalam Politik yang dipaparkan Huddy (2001) menjelaskan bahwa identitas sosial, termasuk asal daerah, dapat mempengaruhi perilaku politik. Jeje Wiradinata yang berasal dari Pangandaran mungkin dianggap PDI-P sebagai kartu as untuk merebut hati pemilih Jawa Barat, khususnya di wilayah selatan.Â
Tapi tunggu dulu, bagaimana dengan Ronal Surapradja? Apa peran seorang selebriti dalam dunia politik?Â
Wheeler (2013) dalam teorinya tentang Selebriti Politik menjelaskan fenomena selebriti yang terjun ke politik dan dampaknya. Pencalonan Ronal bisa jadi merupakan strategi jitu PDI-P untuk menjangkau pemilih milenial dan Gen Z. Bayangkan saja, berapa banyak penggemar Ronal yang akan beralih menjadi pendukung setia?Â
Namun, apakah mengandalkan popularitas selebriti cukup untuk memenangkan Pilkada? Tentu tidak sesederhana itu.Â