Mohon tunggu...
Aidhil Pratama
Aidhil Pratama Mohon Tunggu... Administrasi - ASN | Narablog

Minat pada Humaniora, Kebijakan Publik, Digital Marketing dan AI. Domisili Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Jaga Kesehatan Mental dengan Menghindari Teman yang Tone Deaf

28 Agustus 2024   15:30 Diperbarui: 28 Agustus 2024   15:34 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi tone deaf.(KOMPAS.com)

Ketika istilah "tone deaf" meluncur dari ranah musik ke dalam percakapan sosial, kita tidak hanya berbicara tentang ketidakmampuan seseorang untuk menangkap nada. 

Tetapi juga tentang ketidakpekaan terhadap perasaan dan konteks sosial yang sedang berlangsung. 

Dalam masyarakat yang semakin terhubung melalui media sosial, fenomena ini menjadi semakin relevan. 

Banyak dari kita pasti pernah berurusan dengan teman atau kenalan yang tampaknya tidak peka terhadap situasi yang kita hadapi. 

Mereka mungkin tidak menyadari bahwa komentar atau tindakan mereka dapat menyakiti orang lain. 

Pertanyaannya adalah, bagaimana kita seharusnya menghadapi orang-orang ini dan apa implikasinya terhadap hubungan interpersonal kita?

Dalam konteks Indonesia, strategi coping yang efektif dalam menghadapi teman yang dianggap "tone deaf" menjadi penting. 

Penelitian oleh Siti Nurhaliza dan Ade Hidayat (2022) menunjukkan bahwa mahasiswa menggunakan berbagai strategi coping, termasuk pendekatan yang berfokus pada masalah dan emosi. Ini menunjukkan bahwa kita dapat mengadaptasi pendekatan serupa dalam interaksi sosial kita. 

Misalnya, ketika berhadapan dengan komentar yang tidak peka, kita bisa memilih untuk tetap tenang dan menjelaskan bagaimana perasaan kita tanpa menyerang. Pendekatan ini tidak hanya membantu menjaga hubungan, tetapi juga dapat meningkatkan kesadaran teman kita akan dampak dari kata-kata mereka.

Namun, penting untuk diingat bahwa tidak semua orang memiliki kemampuan yang sama untuk merespons umpan balik. 

Banyak individu yang "tone deaf" cenderung defensif ketika diberi masukan. Hal ini dapat menciptakan ketegangan dalam hubungan dan menghambat pertumbuhan pribadi. Dalam hal ini, kita perlu mempertimbangkan nilai-nilai budaya dan norma sosial Indonesia yang mungkin mempengaruhi toleransi kita terhadap perilaku semacam ini. 

Dalam masyarakat yang menjunjung tinggi norma sopan santun, kita sering kali merasa terjebak antara keinginan untuk memberi tahu teman kita tentang ketidakpekaan mereka dan rasa takut akan konflik yang mungkin terjadi.

Lebih jauh lagi, penelitian oleh Nadia Farhana dan Eko Sujadi (2021) menunjukkan bahwa kecerdasan emosional dan pendidikan karakter berperan penting dalam membentuk perilaku prososial remaja. 

Ini mengisyaratkan bahwa pendidikan karakter yang baik dapat membantu generasi muda memahami dan merespons emosi orang lain dengan lebih baik. Dalam konteks ini, kita perlu mendorong pendidikan karakter yang lebih kuat di sekolah-sekolah kita, sehingga anak-anak tidak hanya belajar tentang akademik, tetapi juga tentang empati dan kepekaan sosial. Jika kita ingin mengurangi perilaku "tone deaf" di kalangan remaja, kita harus mulai dari pendidikan.

Satu hal yang perlu dicatat adalah bahwa perilaku "tone deaf" tidak selalu berasal dari niat buruk. 

Banyak individu yang mungkin tidak memiliki pengalaman atau pemahaman yang cukup tentang situasi yang dihadapi orang lain. Mereka mungkin tidak menyadari bahwa komentar mereka bisa dianggap tidak sensitif. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk bersikap empati dan memberikan kesempatan bagi mereka untuk belajar dan berkembang. Dalam banyak kasus, komunikasi yang jelas dan terbuka dapat membantu menjembatani kesenjangan pemahaman ini.

Namun, ada kalanya kita harus mempertimbangkan kesehatan mental kita sendiri. 

Jika berinteraksi dengan orang yang "tone deaf" membuat kita merasa stres atau cemas, penting untuk menjaga batasan. Kita tidak bertanggung jawab atas perilaku orang lain, dan kadang-kadang, menjauh dari situasi yang berpotensi merugikan adalah langkah yang bijak. 

Dalam hal ini, dukungan dari teman dan keluarga juga sangat berharga. Kita perlu memiliki jaringan sosial yang kuat untuk membantu kita menghadapi situasi yang sulit.

Dalam konteks yang lebih luas, sikap "tone deaf" dapat memperkuat ketidakpedulian terhadap isu-isu sosial yang penting. 

Ketika banyak orang mengabaikan masalah yang membutuhkan perhatian, ini dapat menghambat perubahan sosial yang positif. Misalnya, dalam konteks politik, politisi yang "tone deaf" sering kali gagal menangkap sentimen masyarakat, yang dapat merugikan kepercayaan publik terhadap sistem politik. 

Dalam era di mana informasi dapat menyebar dengan cepat, penting bagi individu dan perusahaan untuk lebih peka terhadap konteks sosial dan perasaan orang lain.

Sebagai penutup, menghadapi teman yang "tone deaf" bukanlah hal yang mudah, tetapi dengan pendekatan yang tepat, kita dapat mengelola situasi ini dengan lebih baik. 

Mengembangkan strategi coping yang efektif, mendorong pendidikan karakter dan kecerdasan emosional, serta menjaga batasan yang sehat adalah kunci untuk menjaga hubungan interpersonal yang positif. 

Di era digital ini, di mana informasi dan opini dapat dengan cepat menyebar, penting bagi kita untuk lebih peka dan berhati-hati dalam berkomunikasi. 

Dengan cara ini, kita tidak hanya membantu diri kita sendiri, tetapi juga memberi kesempatan bagi orang lain untuk belajar dan tumbuh.


Referensi:

1. Banyuwangi Viva. (n.d.). Cara menghadapi orang tone deaf tanpa stres. Diakses dari https:  //banyuwangi.  viva.  co.id/gaya-hidup/5212-cara-menghadapi-orang-tone-deaf-tanpa-stres

2. National Center for Biotechnology Information. (n.d.). PMC10503297. Diakses dari https:  //www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC10503297/

3. Fitriani, A. N. (n.d.). Ciri teman tone deaf. IDN Times. Diakses dari https:  //www.idntimes.com/life/relationship/annisa-nur-fitriani-1/ciri-teman-tone-deaf-c1c2

4. Liputan6. (n.d.). Alasan kenapa seseorang tone deaf sosial, begini cara menghindarinya. Diakses dari https:  //www.liputan6.com/hot/read/5685264/alasan-kenapa-seseorang-orang-tone-deaf-sosial-begini-cara-menghindarinya

5. Liputan6. (n.d.). Tone deaf adalah istilah yang viral di media sosial, simak ciri-ciri dan cara mengatasinya. Diakses dari https:  //www.liputan6.com/hot/read/5555245/tone-deaf-adalah-istilah-yang-viral-di-media-sosial-simak-ciri-ciri-dan-cara-mengatasinya

6. Kompas. (2024). Mengenal tone deaf dan ciri-cirinya yang sedang ramai di medsos. Diakses dari https:  //amp.kompas.com/tren/read/2024/08/23/134624265/mengenal-tone-deaf-dan-ciri-cirinya-yang-sedang-ramai-di-medsos

7. Merdeka. (n.d.). Memahami istilah tone deaf yang ramai di media sosial. Diakses dari https:  //www.merdeka.com/sumut/memahami-istilah-tone-deaf-yang-ramai-di-media-sosial-185817-mvk.html

8. Bola. (n.d.). Arti tone deaf beserta cara menghadapinya. Diakses dari https:  //www.bola.com/ragam/read/5680546/arti-tone-deaf-beserta-cara-menghadapinya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun