Mohon tunggu...
Aidhil Pratama
Aidhil Pratama Mohon Tunggu... Lainnya - ASN | Narablog sejak 2010

Introvert, Millenial, Suka belajar hal-hal baru secara otodidak.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Demokrasi Lokal dalam Cengkeraman Cawe-Cawe

28 Agustus 2024   06:00 Diperbarui: 28 Agustus 2024   06:06 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menariknya, persepsi dan sikap masyarakat terhadap fenomena cawe-cawe penguasa cenderung ambigu. 

Di satu sisi, penelitian Al Yakin dkk (2020) menunjukkan bahwa masyarakat umumnya memahami dampak negatif intervensi politik dalam pemilihan. Namun di sisi lain, sebagian masyarakat masih permisif terhadap praktik-praktik curang seperti politik uang.

Suprianto dkk (2016) menemukan bahwa meski sebagian besar responden menyatakan ketidaksetujuan terhadap politik uang, namun ada pula yang menerimanya dengan alasan ekonomi. Ini menunjukkan bahwa upaya menangkal cawe-cawe penguasa tidak bisa hanya mengandalkan kesadaran masyarakat, tapi juga harus menyentuh akar persoalan sosial-ekonomi.

Pergeseran sikap masyarakat memang terjadi seiring waktu, namun tidak selalu ke arah yang lebih baik. Meningkatnya kesadaran politik di satu kelompok masyarakat seringkali dibarengi dengan menguatnya pragmatisme di kelompok lain. 

Fenomena ini menjadi tantangan tersendiri bagi upaya membangun demokrasi lokal yang berkualitas.

Lantas, apa yang bisa dilakukan untuk menangkal cawe-cawe penguasa dalam pilkada? 

Pertama, penguatan regulasi dan mekanisme pengawasan mutlak diperlukan. Ini mencakup perbaikan sistem perencanaan Bawaslu, peningkatan kapasitas SDM pengawas, hingga penyederhanaan mekanisme pelaporan pelanggaran.

Kedua, edukasi politik kepada masyarakat harus terus digalakkan. Masyarakat perlu memahami bahwa suara mereka berharga dan tidak sepantasnya ditukar dengan imbalan jangka pendek. Kampanye anti-politik uang dan gerakan pengawasan partisipatif bisa menjadi langkah awal yang efektif.

Ketiga, penguatan integritas penyelenggara pemilu, baik KPU maupun Bawaslu. Lembaga-lembaga ini harus berani bersikap tegas terhadap segala bentuk intervensi, termasuk dari penguasa. Independensi mereka harus dijaga dan didukung penuh oleh seluruh elemen masyarakat.

Akhirnya, perbaikan tata kelola pemerintahan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat juga krusial. Selama kesenjangan ekonomi masih lebar, selama itu pula masyarakat rentan terhadap praktik-praktik curang dalam pilkada.

Menangkal cawe-cawe penguasa dalam pilkada bukanlah pekerjaan mudah. Ia membutuhkan kerja keras dan sinergi dari seluruh elemen bangsa. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun