Mohon tunggu...
Aidhil Pratama
Aidhil Pratama Mohon Tunggu... Lainnya - ASN | Narablog sejak 2010

Introvert, Millenial, Suka belajar hal-hal baru secara otodidak.

Selanjutnya

Tutup

Beauty

Awet Muda di Era Digital: Obsesi atau Refleksi Diri?

25 Agustus 2024   07:00 Diperbarui: 25 Agustus 2024   07:06 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi cantik dan forever young (Freepik/JCOMP)

Belakangan ini, media sosial dihebohkan dengan tren "forever young" yang viral di TikTok. Para pengguna berlomba-lomba mengunggah foto atau video yang memamerkan penampilan mereka yang seolah tidak berubah selama bertahun-tahun.

Fenomena ini menarik untuk dibahas, karena mencerminkan obsesi masyarakat terhadap konsep awet muda.

Secara harfiah, "forever young" berarti muda selamanya. Namun, apakah hal ini benar-benar mungkin?

Tentu saja tidak.

Penuaan adalah proses alami yang tidak bisa dihindari. Yang bisa kita lakukan hanyalah memperlambat prosesnya dan menjaga kesehatan fisik serta mental kita.

Tren ini sebenarnya bukan hal baru. Sebelumnya, kita pernah melihat tren serupa dengan nama "then and now" atau "before and after".

Yang membedakan hanyalah penggunaan lagu "Forever Young" dari band Alphaville sebagai latar belakang. Lagu ini sendiri sebenarnya mengandung pesan yang lebih dalam dari sekadar mempertahankan penampilan fisik.

Menariknya, bukan hanya netizen biasa yang mengikuti tren ini. Beberapa selebriti seperti Luna Maya dan Hesti Purwadinata juga turut serta.

Hal ini menunjukkan bahwa obsesi terhadap awet muda melanda semua kalangan, terlepas dari status sosial atau ekonomi.

Namun, kita perlu bertanya: apakah tren ini sehat?

Di satu sisi, memang tidak ada salahnya ingin terlihat muda dan segar. Tapi di sisi lain, obsesi berlebihan terhadap penampilan bisa membawa dampak negatif, baik secara psikologis maupun finansial.

Menurut sebuah studi yang dilakukan oleh American Society of Plastic Surgeons, permintaan akan prosedur kecantikan non-invasif meningkat drastis selama pandemi COVID-19. Ini menunjukkan bahwa banyak orang rela mengeluarkan uang yang tidak sedikit demi mempertahankan penampilan mereka.

Selain itu, fokus yang berlebihan pada penampilan fisik bisa mengabaikan aspek-aspek penting lainnya dalam hidup. Kita mungkin lupa bahwa usia bukan hanya soal angka atau penampilan, tapi juga tentang pengalaman, kebijaksanaan, dan kedewasaan.

Lalu, bagaimana seharusnya kita menyikapi tren "forever young" ini?

Pertama, kita perlu memahami bahwa kecantikan sejati datang dari dalam. Kepercayaan diri, kebahagiaan, dan kesehatan mental yang baik akan terpancar keluar dan membuat seseorang terlihat menarik, terlepas dari usianya.

Kedua, daripada terobsesi dengan penampilan, lebih baik kita fokus pada gaya hidup sehat. Makan makanan bergizi, olahraga teratur, dan tidur cukup tidak hanya akan membuat kita terlihat lebih segar, tapi juga meningkatkan kualitas hidup secara keseluruhan.

Ketiga, mari kita nikmati proses penuaan. Setiap kerutan dan uban memiliki ceritanya sendiri. Mereka adalah bukti dari perjalanan hidup yang telah kita lalui.

Keempat, jangan lupa untuk merawat kesehatan mental. Stres dan kecemasan berlebihan tentang penampilan justru bisa mempercepat proses penuaan. Cobalah teknik relaksasi seperti meditasi atau yoga untuk menjaga keseimbangan pikiran.

Terakhir, marilah kita definisikan ulang makna "forever young". Daripada terpaku pada penampilan fisik, bagaimana jika kita fokus pada mempertahankan semangat muda?

Tetap bersemangat belajar hal-hal baru, memelihara rasa ingin tahu, dan menjaga hubungan sosial yang positif bisa membuat kita merasa dan bertindak muda, terlepas dari usia kronologis kita.

Tren "forever young" di TikTok mungkin akan berlalu, seperti tren-tren lainnya. Tapi obsesi terhadap awet muda kemungkinan akan tetap ada. Yang penting adalah bagaimana kita menyikapinya dengan bijak.

Jadi, bagaimana pendapat Anda tentang tren ini?

Referensi: 

  • [1] Widayati. (n.d.). Descriptive texts: Social function, generic structure and language features. Retrieved from https:  //widayati.  com/descriptive-texts-social-function-generic-structure-and-language-features/ 
  • [2] Proceeding ICETS 2016. (2016). Retrieved from https:  //eprints.  uad.  ac.  id/6584/1/PROCEEDING%20ICETS%202016.pdf 
  • [3] Sudut Lensa. (2019, October 23). Sempat viral di medsos, akhirnya jalan Paragajen Gulingjawa dibangun oleh Pemdes Nagrak Selatan. Retrieved from https:  //sudutlensa.  com/2019/10/23/sempat-viral-di-medsos-akhirnya-jalan-paragajen-gulingjawa-dibangun-oleh-pemdes-nagrak-selatan/ 
  • [4] Larrylawl. (n.d.). Alpaca cleaned indon dataset. Retrieved from https:  //huggingface.  co/datasets/larrylawl/alpaca-cleaned-indon/resolve/main/alpaca_cleaned_indon.jsonl 
  • [5] STOK Bina Guna. (2020, June 12). STOK Bina Guna menyambut new normal. Retrieved from https:  //stok-binaguna.  ac.  id/blog/2020/06/12/stok-bina-guna-menyambut-new-normal/

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Beauty Selengkapnya
Lihat Beauty Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun