Mohon tunggu...
Aidhil Pratama
Aidhil Pratama Mohon Tunggu... Lainnya - ASN | Narablog sejak 2010

Introvert, Millenial, Suka belajar hal-hal baru secara otodidak.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Badan Gizi Nasional: Harapan atau Sekedar Angan?

24 Agustus 2024   07:00 Diperbarui: 24 Agustus 2024   07:19 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wakil presiden terpilih Gibran Rakabuming Raka mengecek pilot project makan bergizi gratis (KOMPAS.com/NIRMALA MAULANA A)

Di tengah sorotan publik yang kian tajam terhadap masalah gizi di Indonesia, muncul pertanyaan mendesak: Bisakah Badan Gizi Nasional benar-benar mengatasi masalah gizi yang kian kompleks di negeri ini? 

Dalam konteks ini, mari kita gali lebih dalam dan meninjau bagaimana Badan Gizi Nasional ini dapat memainkan perannya, mengingat kondisi dan tantangan yang dihadapi.

Membicarakan kebijakan gizi di Indonesia, kita tidak bisa lepas dari realitas bahwa berbagai upaya yang telah dilakukan sering kali terhambat oleh kurangnya integrasi data yang memadai. Sistem seperti e-PPGBM, yang diharapkan menjadi tulang punggung pengumpulan data gizi, justru menghadapi berbagai kendala teknis dan sumber daya.

Dari input data yang lambat hingga sistem yang sering kali error, semua ini menggambarkan betapa kompleksnya situasi di lapangan. Di sinilah letak pentingnya peran Badan Gizi Nasional—untuk menyelaraskan kebijakan dengan data yang akurat dan real-time, namun apakah mereka siap untuk tantangan ini?

Mari kita realistis. Untuk merumuskan kebijakan yang efektif, Badan Gizi Nasional harus terlebih dahulu memperkuat pondasi data yang mereka miliki. Tanpa data yang akurat, bagaimana mungkin kebijakan yang tepat sasaran dapat dirumuskan?

Kondisi ini diperburuk dengan rendahnya kapasitas sumber daya manusia di tingkat puskesmas dan posyandu, yang sering kali kewalahan dengan beban administrasi yang menumpuk. Jadi, langkah pertama yang harus dilakukan oleh badan ini adalah meningkatkan kemampuan SDM di lapangan—sesuatu yang terdengar sederhana namun esensial (SEADS).

Namun, tidak cukup hanya dengan memperkuat data dan SDM. Sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat juga harus diperhatikan dengan serius.

Pola makan yang buruk, rendahnya kesadaran gizi, hingga mitos-mitos seputar makanan adalah tantangan yang tidak bisa diatasi hanya dengan kebijakan di atas kertas. Di sinilah pentingnya pendekatan yang lebih holistik dan kolaboratif.

Badan Gizi Nasional harus merangkul berbagai pihak, mulai dari akademisi hingga sektor swasta, untuk menciptakan program yang tidak hanya komprehensif tetapi juga dapat diterima oleh masyarakat luas (UNAIR Journal.

Pertanyaannya, apa yang paling penting dilakukan di awal terbentuknya badan ini? Jawabannya terletak pada penetapan standar pengumpulan data yang seragam.

Mengapa ini penting? Karena tanpa standar yang jelas, data yang dikumpulkan akan menjadi tidak konsisten dan tidak dapat diandalkan untuk pembuatan kebijakan.

Misalnya, bagaimana mungkin kita bisa memahami pola gizi di berbagai daerah jika data yang dikumpulkan tidak seragam? Standarisasi ini tidak hanya akan meningkatkan akurasi data tetapi juga mempercepat pengambilan keputusan di tingkat pusat (UNAIR Journal).

Tentu saja, kita tidak boleh melupakan pentingnya inovasi dan adaptasi. Di era digital ini, teknologi seharusnya menjadi sekutu terbaik dalam memerangi masalah gizi.

Misalnya, fitur rekomendasi otomatis di e-PPGBM yang diusulkan dalam literatur bisa menjadi game changer jika diimplementasikan dengan benar. Fitur ini dapat memberikan rekomendasi intervensi gizi yang spesifik berdasarkan data yang telah dianalisis, sehingga intervensi yang dilakukan lebih tepat sasaran dan efisien (SEADS).

Tetapi, inovasi saja tidak cukup jika tidak didukung dengan kolaborasi yang kuat. Kolaborasi lintas sektor antara pemerintah, akademisi, lembaga penelitian, dan sektor swasta harus dijalin dan dikelola dengan baik.

Contohnya, kerjasama dengan universitas untuk penelitian gizi yang lebih mendalam bisa memberikan wawasan yang lebih baik dalam merancang program gizi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat di berbagai daerah. Di sisi lain, sektor swasta melalui program CSR bisa mendukung penyebaran program-program gizi ke masyarakat yang lebih luas (UNAIR Journal).

Yang perlu digarisbawahi adalah bahwa Badan Gizi Nasional harus terus berinovasi dan beradaptasi. Tanpa itu, mereka hanya akan menjadi badan lain yang tenggelam dalam birokrasi.

Masalah gizi adalah masalah yang dinamis, berubah seiring waktu dan dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti perubahan iklim, ekonomi, dan budaya. Oleh karena itu, Badan Gizi Nasional harus selalu siap untuk menyesuaikan kebijakan dan programnya dengan kondisi lapangan yang terus berubah (UNAIR Journal).

Pada akhirnya, pertanyaan besar ini tidak bisa dijawab dengan satu kalimat sederhana.

Ya, Badan Gizi Nasional memiliki potensi besar untuk mengatasi masalah gizi di Indonesia, tetapi itu semua tergantung pada bagaimana mereka akan memanfaatkan data, meningkatkan kapasitas SDM, menjalin kolaborasi yang kuat, dan berinovasi secara berkelanjutan.

Dan untuk masyarakat Indonesia, kita harus berharap bahwa badan ini tidak hanya menjadi simbolis, tetapi benar-benar memberikan dampak yang nyata dalam meningkatkan kesejahteraan gizi kita semua.

Referensi:

  • Asian Development Bank. (2022). Assessing the implementation of Indonesia’s national nutrition information system. SEADS. Retrieved from https:  //seads.  adb.  org/solutions/assessing-implementation-indonesias-national-nutrition-information-system 
  • Universitas Airlangga. (2023). Media Gizi Indonesia: Vol. 18 No. 3 (2023). Media Gizi Indonesia. Retrieved from https:  //e-journal.  unair.  ac.  id/MGI/issue/view/2460 
  • Universitas Airlangga. (2023). Media Gizi Indonesia. Retrieved from https:  //e-journal.  unair.  ac.  id/MGI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun