bandits" dan "stationary bandits".
Ketika kita berbicara tentang korupsi di Indonesia, ibaratkan saja kita sedang membahas sebuah drama epik yang tak pernah usai. Di panggung utama, kita memiliki dua aktor utama yang selalu memainkan peran mereka dengan lihai: "rovingKeduanya telah menjadi pengganggu dalam demokrasi kita, seakan-akan mengingatkan kita bahwa kebebasan dan kemakmuran yang dijanjikan saat kemerdekaan masih jauh dari kenyataan.
Pertanyaannya sekarang, apakah reformasi politik dan hukum yang telah kita lakukan mampu membatasi kekuasaan mereka, atau justru kita hanya berputar-putar dalam lingkaran setan?
Mari kita mulai dengan memahami siapa "roving bandits" dan "stationary bandits" ini. Istilah ini dipopulerkan oleh Mancur Olson, seorang ilmuwan politik yang mencoba menggambarkan dua tipe aktor korup yang mendominasi negara-negara yang lemah secara institusional.
"Roving bandits" adalah mereka yang berpindah-pindah, mengambil segala sesuatu yang bisa mereka bawa dalam waktu singkat. Di Indonesia, mereka ini adalah para penguasa jangka pendek, yang mungkin datang dan pergi dalam politik atau bisnis, tetapi meninggalkan jejak kehancuran di mana pun mereka berada.
Sementara itu, "stationary bandits" adalah aktor yang lebih berbahaya dan sering kali lebih sulit dihadapi. Mereka menetap, mengakar dalam sistem, dan mengontrol sumber daya dalam jangka panjang.
Mereka adalah para politisi dan birokrat yang memahami bahwa mereka tidak bisa menghisap habis-habisan dalam waktu singkat. Jadi, mereka memilih untuk melakukannya secara perlahan tapi pasti, memastikan kekayaan mereka terus bertambah tanpa merusak sumber daya yang mereka kontrol.
Reformasi politik dan hukum yang digadang-gadang sebagai solusi untuk masalah korupsi ini sering kali hanya menjadi angin lalu.
Dari perspektif teoretis, reformasi seharusnya memperbaiki sistem checks and balances, seperti yang dijelaskan dalam artikel "Paradigma Checks and Balances dalam Hubungan Eksekutif-Legislatif".
Namun kenyataannya, meskipun ada amandemen konstitusi dan pembaruan hukum, para "stationary bandits" ini justru sering kali berhasil menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan tersebut. Mereka memperkuat cengkeraman mereka dengan memanfaatkan celah-celah yang ada dalam sistem baru, memastikan bahwa kekuasaan mereka tetap tak tersentuh.
Di sisi lain, upaya untuk mengatasi "roving bandits" tampaknya lebih berhasil. Kebijakan jangka pendek yang diterapkan oleh pemerintah, seperti pemberantasan korupsi dan reformasi di sektor tertentu, mampu meminimalisir dampak langsung yang ditimbulkan oleh kelompok ini.