Pernahkah Anda membayangkan bagaimana rasanya menjadi seorang musisi yang lagu-lagunya dilarang diputar di radio dan televisi? Itulah yang dialami Iwan Fals di era 80-an.Â
Namun justru dari tekanan dan larangan itulah, ia tumbuh menjadi salah satu tokoh publik paling berpengaruh dan inspiratif di Indonesia.
Iwan Fals memulai kariernya sebagai pengamen jalanan di Bandung. Dengan gitar usangnya, ia menyanyikan lagu-lagu ciptaannya sendiri yang berisi kritik sosial dan politik.Â
Awalnya, tidak banyak yang memperhatikan. Namun perlahan tapi pasti, lirik-liriknya yang tajam mulai menarik perhatian mahasiswa dan aktivis.Â
Mereka melihat Iwan sebagai corong aspirasi rakyat kecil yang berani bersuara di tengah tekanan rezim Orde Baru.Â
Keberanian Iwan mengkritik penguasa melalui lagu memang harus dibayar mahal. Ia kerap ditangkap dan diinterogasi aparat.Â
Konser-konsernya sering dibubarkan paksa. Bahkan beberapa lagunya dilarang beredar.Â
Namun alih-alih menyerah, Iwan justru semakin produktif menciptakan lagu-lagu kritik sosial. "Semakin hari kritik Iwan semakin memudar tepatnya sejak kematian sang buah hati Galang Rambu Anarki pada tahun 1997. Setelah itu Iwan mulai menulis lirik tentang cinta saja," tulis sebuah jurnal akademik[2].Â
Menariknya, di balik image pemberontak, Iwan ternyata memiliki sisi lembut. Ia sering bergaul dengan anak-anak yatim piatu di yayasan milik ibunya. "Anak-anak yatim piatu menggangap iwan sebagai kakaknya sendiri, dan tidak ada perbedaan antar satu dengan lainya.Â
Hal itu membuat iwan fals mempunyai suatu tanggung jawab terhadap anak-anak asuh ibunya dan faktor itulah yang membuat semakin bersikap dewasa, toleran dan lembut," ungkap sebuah penelitian[1].Â