Pemerintah Prancis, dalam upayanya meyakinkan dunia, menggelontorkan dana sebesar 1,4 miliar Euro untuk membangun sistem penyaringan bawah tanah[3].Â
Sebuah angka yang fantastis, yang bagi banyak warga Paris terasa seperti tamparan di wajah ketika mereka masih berjuang dengan masalah-masalah sosial sehari-hari.
Walikota Anne Hidalgo dan Presiden Emmanuel Macron bahkan berjanji akan berenang di Sungai Seine untuk membuktikan keamanannya[4].Â
Namun, janji-janji ini terasa semakin hambar ketika hasil pengukuran oleh organisasi Surfrider menunjukkan bahwa tingkat kontaminasi bakteri di sungai masih tinggi, termasuk adanya bakteri E. coli yang berasal dari tinja manusia[5].
Di sinilah ironi itu muncul: semakin keras pemerintah berusaha meyakinkan, semakin kuat pula keinginan warga untuk membuktikan sebaliknya.Â
Hashtag ajakan "berak massal" di Sungai Seine pada tanggal 23 Juni mungkin terdengar seperti lelucon kasar, tetapi ia adalah manifestasi dari frustrasi yang telah lama terpendam[1].
Protes ini bukan hanya tentang kebersihan sungai.Â
Ia adalah akumulasi dari berbagai kekecewaan: anggaran Olimpiade yang fantastis di tengah krisis sosial, prioritas pemerintah yang dianggap salah, hingga perasaan bahwa warga miskin Paris sengaja "disingkirkan" demi keindahan semu selama Olimpiade berlangsung[6].
Namun, di balik aksi protes yang vulgar ini, tersembunyi pertanyaan yang lebih dalam tentang makna kemajuan dan pembangunan.Â
Ketika kita berbicara tentang Olimpiade yang ramah lingkungan, dengan pengurangan penggunaan AC dan tempat tidur daur ulang, bukankah ini seharusnya menjadi momen bagi kita untuk merefleksikan hubungan kita dengan alam dan sumber daya?
Ironinya, justru negara-negara Barat yang selama ini vokal tentang isu lingkungan, kini protes dan membawa AC sendiri ke Paris[7].Â