Pernahkah Anda terpengaruh oleh pidato yang begitu meyakinkan hingga Anda terdorong untuk bertindak?Â
Atau mungkin Anda pernah merasa termanipulasi oleh kata-kata yang terdengar begitu masuk akal, namun setelah ditelaah lebih dalam, ternyata berbau propaganda?Â
Dalam era informasi yang serba cepat, pesan-pesan politik berseliweran di berbagai platform.
Di sinilah kemampuan untuk membaca dan memahami bahasa politik menjadi semakin penting.Â
Artikel ini akan mengupas bagaimana bahasa digunakan sebagai alat untuk meraih kekuasaan, membingkai realitas, dan memanipulasi opini publik.Â
Kita akan melihat bagaimana bahasa dapat menjadi senjata yang ampuh, baik untuk menyatukan maupun memecah belah sebuah bangsa.
1. Bahasa: Jembatan dan Tembok Pemisah
Bahasa adalah cerminan dari identitas suatu kelompok. Ia membentuk cara kita berpikir, merasakan, dan berinteraksi dengan dunia.Â
Bahasa Indonesia, sebagai bahasa persatuan, telah berhasil menyatukan keberagaman suku dan budaya di Indonesia. Namun, bahasa juga dapat menjadi alat untuk membedakan kelompok satu dengan yang lainnya.Â
Politik identitas seringkali memanfaatkan bahasa untuk menguatkan batas-batas kelompok dan menciptakan "kita" versus "mereka".
Pada masa Orde Baru, penggunaan istilah seperti "pribumi" dan "non-pribumi" secara sengaja menciptakan polarisasi sosial yang mendalam.Â
Begitu pula, dalam konteks global, bahasa dapat menjadi alat untuk mengklaim wilayah dan identitas, seperti penggunaan bahasa dalam konflik etnis di berbagai belahan dunia.