Dalam dunia psikologi perkembangan tepatnya pada zona perkembangan social menyatakan bahwa membentuk hubungan yang baik terhadap teman sebaya adalah salah satu dari tugas perkembangan social -- emosional anak dalam masa prasekolah. Dalam masa prasekolah, ada beberapa kemampuan penting yang dapat dipelajari dalam konteks hubungan dengan sesama teman sebaya. Kemampuan tersebut yaitu dapatnya anak saling berbagi, kooperatif, dan saling bergiliran. Kemampuan ini jika terus dilatih akan menjadi lebih kompleks sehingga anak memiliki kemampuan seperti bernegosiasi dan berkompromi dengan teman sebayanya.
Terdapat data perbandingan mengenai aktivitas social anak bersama temannya, di mulai dari meningkatnya 10% pada usia 2 tahun -- 20% pada usia 4 tahun, dan mencapai 40% pada usia 7 sampai 11 tahun (Hartup, 1992).
Pada masa prasekolah interaksi anak dengan teman sebayanya juga menjadi salah satu wadah untuk anak melatih atau belajar bernegosiasi, berkompromi, dan bekerja sama dalam kelompok. Dalam interaksi ini pula anak dapat bermain dengan imajinasinya, mengeksplorasi, memahami berbagai macam peran, aturan-aturan yang telah dibuat berdasarkan keputusan bersama, serta rutinitas social.
Namun akan ada hal sebaliknya jika, anak mengalami hambatan dalam keterampilan sosialnya di dalam masa prasekolahnya. Hambatan tersebut bisa saja anak tunjukkan dengan perilakunya yang masih agresif, pasif, menutup diri, enggan bergabung bermain dengan temannya. Hal ini diyakini akan terus berlangsung ke masa demi masa, dan berkontribusi terhadap timbulnya masalah yang berkaitan dengan emosi anak. Dalam edisi pertemanan ini, anak yang mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dan menerima penolakan dari teman sebayanya akan mengalami hambatan dalam perkembangan potensi diri.
Peran Teman Sebaya
Teman Sebaya merupakan sekelompok individu yang berisikan usia dan kedewasaan yang hampir sama (Santrock, 2007). Lingkup kelompok teman sebaya ialah di mana kelompok individu dan anak-anak tertentu saling berinteraksi satu sama lain. Adapun lingkungan teman sebaya dapat dipahami sebagai suatu kondisi lingkungan di mana terjadi suatu hubungan antara dua atau lebih anak. Teman sebaya memiliki peran dalam membantu berbagai optimalisasi capaian perkembangan, termasuk dalam perkembangan bahasa dan berbicara. Â
Penerimaan teman sebaya diartikan sebagai dipilihnya seseorang menjadi teman atau anggota kelompok untuk mengikuti suatu aktivitas dalam kelompok. Penerimaan teman sebaya merupakan bukti keberhasilan anak dalam menunjukkan rasa suka terhadap teman bermain dalam kelompok sosialnya. Adanya penerimaan atau penolakan teman sebaya berdasarkan dari karakter yang dimunculkan anak ketika anak dan teman-temannya berinteraksi. Menurut Hetherington dan Parke (2003) menjelaskan bahwa interaksi antara anak dan teman sebayanya menghasilkan berbagai peran yang baik untuk perkembangan sosialnya :
- Sebagai penguat dari perilaku yang diinginkan, misalnya ketika mereka mendapat pujian, dan selalu berbagi jika memiliki sesuatu.
- Sebagai model, karena anak merupakan peniru yang handal sehingga apa yang ia lihat dari teman ia juga akan meniru.
- Memiliki hubungan yang kuat dalam perkembangan self-image dan harga diri melalui perbandingan sosial tentang suatu kemampuan, nilai-nilai, ataupun standar yang berlaku.
- Sebagai penunjuk dan instruktur; menyediakan kesempatan untuk bersosialisasi dan membentuk hubungan pertemanan dan menumbuhkan rasa kebersamaan.
Secara umum, fungsi terpenting pertemanan adalah sebagai dasar rasa aman jika anak berada di luar keluarganya, rasa ini menyebabkan anak-anak dapat memahami perilakunya pada diri mereka sendiri, teman, dan lingkungan mereka.
Melibatkan teman sebaya untuk dijadikan sebagai contoh terhadap temannya yang mempunyai hambatan dalam berbicara atau berbahasa, dapat membantu menumbuhkan kesadaran dan kepedulian jika mereka dapat membantu teman yang ber-hambatan dan dapat menjadi bagian dari kelompok.
Melalui zona pertemanan dengan berbagai dinamika yang terjadi, anak dapat memulai memahami adanya persamaan dan perbedaan antara dirinya dan orang lain. Hasil dari interaksi pertemanan, anak akan belajar berbagi, bergantian, dapat mengendalikan dan menyelesaikan konflik, serta menjaga dan mempertahankan hubungan (Rubin, Bukowski, & Parker, 1998). Pengalaman interaktif teman sebaya ini diyakini menghasilkan hasil perkembangan yang positif dan adaptif untuk anak, seperti kemampuan memahami pemikiran, emosi dan tujuan orang lain.
Semakin banyak anak terutama anak usia dini melakukan interaksi social, maka hubungan timbal balik akan terjadi dan secara psikologis kemampuan sosialisasi akan semakin terasah. Interaksi teman sebaya adalah pusat sosialisasi anak pada masa kanak-kanaknya. Adanya interaksi ini dapat mengembangkan kemahiran kompetensi social dan kompetensi yang bersifat komunikasi dalam sebuah tim. Anak yang mampu mencapai status yang tinggi dalam tim teman sebayanya, ia akan menampakkan kemampuan membaca situasi dan menyesuaikan perilakunya saat interaksi berlangsung.
Terdapat penelitian dari (Coie & Dodge, 1988; Newcomb, Bukowski, & Pattee, 1993) yang mengkaji dari beragamnya status penerimaan teman sebaya banyak yang cenderung menggunakan teknik sosiometri, yaitu penilaian seseorang terhadap teman seusianya. Terdapat empat kategori yang biasa dipakai anak untuk memilih dan menerima temannya.
- Anak yang populer/terkenal (popular), karakteristik anak dalam kategori ini yaitu memiliki teman yang sebagian besarnya menyukai anak tersebut, dan anak ini suka menolong, aktif berinteraksi dengan orang lain, terampil menjadi pemimpin, ramah dan suka bergaul.
- Anak yang ditolak (rejected children), karakteristik anak dalam kategori ini yaitu tidak disukai oleh sebagian besar teman-temannya, dan anak ini menunjukkan agresi yang tinggi, menarik diri dari interaksi social, serta kognitif yang rendah.
- Anak yang diabaikan (neglected children), karakteristik anak dalam kategori ini yaitu cenderung menarik diri, memiliki sedikit teman, serta sedikit dibutuhkan oleh temannya.
- Anak yang kontroversial (controversial children), karakteristik anak dalam kategori ini yaitu memiliki ciri dari anak yang populer dan ditolak, biasa membuat kegaduhan, secara emosional sering marah dan biasa dengan kekerasan, memiliki kemampuan social yang tinggi, dan kognitif yang tinggi.
Lantas Siapa Saja yang berperan dalam pembentukan karakter sebagai penentu status social anak di antara teman-temannya ?
- Orang tua.
- Institusi Prasekolah (pendidik).
- Teman Sebaya.
- Organisasi Keagamaan.
- Masyarakat.
Proses pemahaman dan pembiasaan mengenai teman sebaya dari orang tua, pendidik, serta lingkungan, masyarakat serta organisasi keagamaan akan mendorong anak menggunakan strategi yang tepat dan dapat diterima secara social. Karakter anak yang mampu berinteraksi social terbukti dengan adanya penerimaan teman sebaya, namun sebaliknya jika anak cenderung agresif dan pasif akan mengalami penolakan teman sebaya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H