Mohon tunggu...
sya
sya Mohon Tunggu... Freelancer - mahasiswi

deactive account,

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perilaku Agresif Anak Usia Dini?

8 Desember 2020   19:15 Diperbarui: 8 Desember 2020   19:31 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perilaku merupakan salah satu hal yang melekat pada diri manusia, respon terhadap stimulus, segala tindakan yang dilakukan, berbagai gerakan yang ada dalam diri kita baik disengaja maupun tidak.  Perilaku anak autisme tentu berbeda dengan anak normal biasa, karena autisme merupakan gangguan dimana anak sulit dalam berinteraksi dengan orang lain.

Perilaku agresif sebenarnya sangat jarang ditemukan pada anak yang berusia di bawah 2 tahun, Namun ketika anak memasuki usia 3-7 tahun perilaku agresif menjadi bagian dari tahapan perkembangan mereka dan sering kali menimbulkan masalah tidak hanya di rumah tetapi juga disekolah. Diharapkan setelah melewati usia 7 tahun. Anak dapat mengendalikan diri untuk tidak menyelesaikan masalah dengan perilaku agresif, akan tetapi apabila keadaan ini menetap maka ada indikasi anak mengalami gangguan psikologis. Dampak utama dari perilaku agresif ini adalah anak tidak mampu berteman dengan anak lainnya. jelaslah hal ini sangat mengganggu proses tumbuhkembangnya dengan baik.

Secara definisi yang dianggap perilaku agresif adalah perilaku yang ditujukan untuk menyerang,menyakiti atau melawan orang lain baik secara fisik maupun verbal. Perilaku agresif berbentuk pukulan, tendangan, dan perilaku fisik lainnya, atau berbentuk cercaan, makian, ejekan, bantahan dan semacamnya. Perilaku dianggap sebagai suatu gangguan perilaku bila memenuhi persyaratan sebagai berikut;

  • Bentuk perilaku luar biasa bukan hanya berbeda sedikit dari perilaku yang biasa, misalnya, memukul itu termasuk perilaku yang biasa, tetapi bila setiap pernyataan tidak setuju dinyatakan dengan memukul maka perilaku tersebut sebagai perilaku agresif. Atau, bila memukulnya menggunakan alat yang tidak wajar.
  • Masalah ini bersifat kronis Artinya perilaku ini bersifat menetap, terus-menerus, tidak menghilang dengan sendirinya.
  • Perilaku tidak dapat terima karena tidak sesuai dengan norma social atau budaya

Agresif adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut. Bertujuan untuk melukai atau mencelakakan (termasuk mematikan atau membunuh), individu yang menjadi pelaku dan individu menjadi korban, dan ketidakinginan si korban menerima tingkah laku si pelaku. Agresif merupakan perilaku serius yang tidak seharusnya dan menimbulkan konsekuensi yang serius baik untuk siswa maupun untuk orang lain yang ada di lingkungannya. Perilaku agresi disebabkan dari beberapa faktor, diantanya faktor internal dan faktor eksternal yang dapat memicu perilaku agresi anak. Teman sebaya sering kali menjadi korban agresivitas anak yang agresif apalagi di lingkungan sekolah.

Sikap agresif, juga bisa terbentuk dari pola asuh orang tua yang terlalu memanjakan. Sikap orang tua yang terlalu memanjakan sang anak dan selalu memberikan apa yang menjadi kemauan sang anak, juga bisa menjadi salah satu sebab anak menjadi agresif. Biasanya anak yang seperti ini, area kemandirian sang anak belum terbentuk dengan baik. Sehingga saat dia mengalami masalah kecil saja, bisa menjadi sebuah masalah yang besar bagi dia.

Jadi beberapa faktor keluarga yang dapat menyebabkan perilaku agresif antara lain sebagai berikut.

  • Pola asuh orang tua yang menerapkan disiplin dengan tidak konsisten. Misalnya orang tua sering mengancam anak jika anak berani melakukan perihal yang menyimpang. Tetapi ketika perilaku tersebut benar-benar dilakukan anak, hukuman tersebut kadang diberikan kadang tidak, membuat anak bingung karena tidak ada standar yang jelas. Hal ini memicu perilaku agresif pada anak. Ketidakkonsistenan penerapan disiplin juga terjadi bila ada pertentangan pola asuh antara kedua orang tua, misalnya si ibu cenderung kurang disiplin dan mudah melupakan perilaku anak yang menyimpang, sedang si ayah ingin memberikan hukuman yang keras.
  • Sikap permisif orang tua, yang biasanya berawal dari orang tua yang merasa tidak dapat efektif untuk menghentikan perilaku menyimpang anaknya sehingga cenderung membiarkan saja atau tidak mau tahu. Sikap permisif ini membuat perilaku agresif cenderung menetap.
  • Sikap yang keras dan penuh tuntutan, yaitu orang tua yang terbiasa menggunakan gaya instruksi agar anak melakukan atau tidak melakukan sesuatu, jarang memberikan kesempatan pada anak untuk berdiskusi atau berbicara akrab dalam suasana kekeluargaan. Dalam hal ini muncul hukum aksi-reaksi, semakin anak dituntut arang tua, semakin tinggi keinginan anak untuk memberontak dengan perilaku agresif.
  • Gagal memberikan hukuman yang tepat sehingga hukuman justru menimbulkan sikap permusuhan anak pada orang tua dan meningkatkan perilaku agresif anak.
  • Memberi hadiah kepada perilaku agresif atau memberikan hukuman untuk perilaku prososial. Orang tua kadang memberikan hadiah secara langsung pada perilaku agresif arah dengan memberikan perhatian dan menuruti keinginan anak karena orang tua ingin perilaku agresif tersebut (misal rnelempar benda-benda miliknya) segera berakhir. Sebaliknya, kadang orang tua mengabaikan atau bahkan memberi hukuman pada perilaku prososial anak. Tidak ada pujian atau hadiah untuk perilaku tersebut, tetapi yang muncul justru konflik karena perilaku anak dianggap, belum sempurna. Akibatnya anak belajar untuk memenuhi kebutuhannya dengan memunculkan perilaku agresif karena ternyata perilaku prososial yang dia tunjukkan tidak mendapat respons.

1) Kurang memonitor di mana anak-anak berada.

Meskipun tidak harus, sehari penuh orang tua bisa menemani anaknya, orang tua harus tetap memantau kegiatan anak selama tidak dalam pengawasannya. Orang tua yang tidak membuat rencana yang jelas dan pemantauan berkala untuk pengasuhan anaknya selama tidak ada dalam pengawasannya, cenderung membuat anak merasa bebas berekspresi termasuk melakukan perilaku agresif.

2) Kurang memberikan aturan.

Orang tua yang kurang memberikan aturan ke mana anak boleh pergi,kapan harus pulang, dan lainnya cenderung meningkatkan risiko perilaku agresif, terutama karena kuatnya pengaruh teman sebaya di luar pengawasan'orang tua.

3) Tingkat komunikasi verbal yang rendah antara orang tua dengan anak, seperti: jarang ada diskusi untuk memecahkan masalah anak dan tidak memberikan alasan yang jelas dalam menerapkan aturan.

Gagal menjadi model yang baik dalam membiasakan perilaku prososial dan keterampilan memecahkan masalah sehingga anak mencontoh apa yang dia lihat dari orang tuanya. Ketidakharmonisan dan tingginya konflik dalam keluarga, menimbulkan keluarga yang bercerai berai (broken home) sehingga anak melepaskan rasa frustrasi terhadap kondisi keluargarnya dengan perilaku. agresif.

4) Ibu yang depresif yang mudah rnarah, memberikan risiko lebih tinggi munculnya perilaku, agresif pada anak dari pada ibu yang sabar dan bijak.

Sekolah juga bisa menjadi salah satu penyebab anak menjadi agresif. Biasanya, salah satu penyebabnya adalah "masalah dari rumah" juga. Orang tua yang terlalu menginginkan anaknya untuk menjadi anak yang berprestasi, bisa menjadi salah satu penyebab anak menjadi agresif. Karena tingginya tuntutan orang tua, maka anak yang masih ingin banyak bermain menjadi tertekan. Tekanan inilah yang menyebabkan anak menjadi agresif. Apalagi bila anak terlalu banyak diberikan materi-materi yang berat dari sekolah.

Faktor yang lain adalah pengaruh dari teman-temannya di sekolah. Bila seorang anak memiliki teman-teman yang cenderung agresif, maka ada kemungkinan anak tersebut tertular teman yang lain. Beberapa anak sudah mengalami masalah emosi atau perilaku sebelum mereka mulai masuk sekolah. Sedangkan anak yang lainnya mulai menonjolkan perilaku agresif ketika mulai bersekolah. pengalaman bersekolah tidak diragukan lagi memiliki peranan penting bagi seorang anak, tetapi bukan berarti pengalaman tersebut adalah satu-satunya faktor yang berperan dalam pembentukan perilaku agresif pada anak.

Temperamen anak dan kompetensi sosial yang dimilikinya bersama dengan perilaku teman-teman serta guru dapat berperan dalam munculnya masalah emosi dan perilaku. Kondisi yang dialami anak dengan masalah emosi dan perilaku dapat menjadi berbahaya jika anak yang menampilkan perilaku agresif ditolak oleh lingkungannya. Hal ini akan membuat anak merasa tidak nyaman dan akhimya makin menampilkan perilaku yang agresif. Disiplin di sekolah juga dapat berperan dalam tampilan perilaku agresif oleh anak. Disiplin yang sangat kaku atau sangat longgar atau juga inkonsisten akan sangat.membingungkan anak yang membutuhkan panduan untuk berperilaku.

Lingkungan sekolah dapat dianggap oleh anak sebagai lingkungan yang memberi perhatian padanya meskipun perhatian yang didapat adalah perhatian yang negatif, berupa hukuman atau kritikan. Dapat saja terjadi guru dan teman sebaya merupakan model dari perilaku agresif dan anak mencontoh perilaku tersebut. Anak yang tidak menyukai kegiatan di sekolah atau yang suka membolos juga mempunyai risiko yang lebih tinggi berperilaku agresif. Guru sebaiknya melakukan introspeksi terhadap instruksi atau cara penyampaian pelajaran, target pembelajaran dan pendekatan terhadap manajemen perilaku. Apakah sistem pendidikan sudah tepat ataukah memang ada yang harus diperbaiki agar tidak menciptakan kondisi yang mungkin mengarah pada munculnya perilaku agresif.

Faktor lingkungan bisa didapat dari teman-teman bermain di lingkungan rumah. Yang pasti, teman yang baik, akan bisa mengubah seorang anak menjadi seorang yang baik pula. Begitu pula sebaliknya. Dalam hal ini, kita kembali pada orang tua, bagaimana memberikan anak lingkungan bermain yang baik dan mengenalkan pada teman-teman yang baik. Faktor lingkungan juga bisa dipengaruhi oleh media komunikasi.

Misalnya adalah media televisi. Banyak sekali kita temukan adegan kekerasan di media televisi dan tontonan-tontonan yang tidak layak bagi anak usia dini.Berkaitan dengan faktor-faktor di atas, penangangan pada anak yang agresif adalah perkara yang gampang-gampang susah. Akan menjadi gampang, bila kita tahu caranya. Dan akan menjadi susah bila kita terlalu cuek dan tidak peduli atau malah merasa "malu" untuk membicarakan hal buruk yang terjadi pada anak sendiri. Untuk bisa menyelesaikan masalah ini memang sangat dibutuhkan sebuah keterbukaan, khususnya bagi orang tua.

Komunikasi yang baik antara orang tua dengan anak, orang tua dengan sekolah, orang tua dengan lingkangan, dan sekolah dengan orang tua perlu terjalin dengan baik. Mengapa? Kadang kita jumpai anak yang terlihat baik di hadapan orang tuanya, namun di luar rumah atau di sekolah, dia adalah anak yang bandel. Biasanya hal ini terjadi karena adanya miskomunikasi antara orang tua dengan salah satu lingkungan tersebut. Hal ini menyebabkan anak menjadi memiliki dunia yang berbeda-beda dan terkotak-kotak. 

Andaikan anak mendapatkan segala apa yang dia inginkan di rumah, dengan pola asuh yang baik, maka dia tidak akan mencari di luar rumah. Dan kalau toh sudah terlanjut anak mencari di "tempat lain" karena ada kebutuhannya yang tidak terpenuhi, misalnya dengan membuat onar di sekolah", maka semua akan lebih cepat dan mudah didapatkan solusinya.Jadi komunikasi adalah hal yang sangat penting, dan semua kembali pada orang tua.Harus dibedakan agresif yang sifatnya 'situasional' dengan perilaku agresif yang merupakan respon dari keadaan frustrasi, takut, atau marah dengan cara mencoba menyakiti orang lain.faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku agresif pada anak .

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun