[caption id="attachment_366073" align="aligncenter" width="357" caption="Kak Tuti bersama anak dan sang suami"][/caption]
Wanita adalah sosok yang unik, kuat namun secara umum menampakkan kelemah lembutan. Dia bisa kelihatan sangat lembut, namun di balik kelembutannya ada kekuatan yang dalam, yang seringkali laki-laki tidak dapat menerkanya. Wanita melintas zaman, menggores kisah penuh pesona, keanggunan, hingga kepedihan. Zaman dulu, wanita pernah menjadi kaum kelas dua. Keindahan mereka hanya menjadi bahan eksploitasi, sebagai hiburan semata bagi kaum laki-laki. Pandangan dunia yang timpang terhadap wanita lambat laun berubah. Hal ini tidak terlepas dari perkembangan gerakan feminisme yang dipelopori oleh Mary Wolltstonecraft dengan bukunya A Vindication of The Right of Women (1779) (Aranda Ara, Reze Syariati, 2013). Kini, begitu banyak wanita yang kedudukannya sejajar dengan kaum laki-laki. Mereka tidak segan-segan mengambil ranah laki-laki sebagai pemimpin di berbagai bidang.
Salah satu wanita inspiratif versi saya adalah Tuti Hasanah. Galuh kelahiran Banjarmasin, Kalimantan Selatan ini telah menginspirasi banyak orang disekitarnya dengan keberhasilannya menyeimbangkan antara karir, rumah tangga dan bisnis. Sejak dulu, saya telah mengenal namanya dari salah satu senior organisasi yang saya geluti. Kebetulan 28 April 2015 kemarin saya berkesempatan bertatap muka langsung dan mendengar trade recordnya selama kuliah. Memang begitu inspiratif. Selain cantik, Tuti juga berprestasi. Wanita kelahiran tahun 1987 ini ketika masih kuliah mampu menyeimbangkan antara ogranisasi dan prestasi akademik. Selama kuliah, Tuti mengikuti berbagai organisasi internal dan eksternal kampus seperti teater, lembaga pers, senat mahasiswa, koperasi mahasiswa, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Ikatan Pelajar Putri Nahdhatul Ulama dan masih banyak lagi. Tidak jarang Tuti menjadi Ketua di organisasi yang pernah ia geluti. Contohnya, menjadi Ketua Komisariat PMII IAIN Antasari Banjarmasin dan Ketua Ikatan Pelajar Putri Nahdatul Ulama Provinsi Kalimantan Selatan. Kisah percintaannya dengan Wahyudi, bermula di organisasi yang sama-sama mereka geluti. Isteri dari Wahyudi Rifani ini memang mampu menyelaraskan antara organisasi dan akademik. Terbukti dengan gelar wisudawan terbaik IAIN Antasari Banjarmasin pernah ia sabet dengan Indeks Prestasi Kumuatif 3.8. “Saya sarankan kalian mengatur skala prioritas, kalian harus bijak memilih mana yang lebih penting urusan organisasi atau kuliah. Jangan sampai, kegiatan organisasi menganggu perkuliahan. Seharusnya malah organisasi mendukung perkuliahan. Jangan sampai kebalik.” Bubuhnya diselingi tawa ringan. “Usahakan ketika ada kegiatan organisasi yang urgen, sebelum-sebelumnya jangan sampai ada libur.” Timpalnya lagi. Sejak awal sampai lulus kuliah, Tuti selalu mendapat beasiswa. Setelah selesai kuliah, ia pun kembali mendapat beasiswa sebagai wisudawan terbaik di Pascasarjana IAIN Antasari Banjarmasin mengambil kosentrasi Hukum Ekonomi Syariah. Tidak puas sampai situ, Tuti melanjutkan sekolah strata 1 di Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, mengambil kosentrasi Pendidikan Anak Usia Dini. Tuti memang sosok ambisus. Ia tidak mau kalah dengan sang Bapak yang notabenenya Profesor di bidang Filsafat yang kini tengah menjabat sebagai ketua Lembaga Pengabdian Pengembangan Masyarakat di IAIN Antasari Banjarmasin. Kesibukan Tuti saat ini, selain sebagai dosen di Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam IAIN Antasari Banjarmasin, ia juga menjabat sebagai kepala sekolah Yayasan Pendidikan PAUD Cahaya ilmu yang ia kelola bersama sang Ibu. PAUD Cahaya Ilmu berdiri sejak tahun 2009, sebelum ia lulus kuliah dengan modal pribadi. Tuti juga tengah merintis usaha rumah makan di sekitar kampus IAIN Antasari Banjarmasin, menjadi produsen obat herbal dan reseller pakaian-pakaian muslim. Dengan segudang aktifitas, tidak menjadikan Tuti lupa akan tugasnya sebagai seorang Isteri dan Ibu dari seorang anak. Kiatnya simple, yakni merencakan waktu sebelum hari-H seperti rapat komite guru, libur bersama keluarga, membeli bahan baku untuk rumah makan, mengantar anak ke dokter dan sebagainya. Sebelumnya, Tuti pernah diminta pihak Fakultas untuk mengajar lima kelas dalam satu minggu. Tentu sang suami melarang, demi mengurus buah hati dalam masa pertumbuhannya. “Karir jalan, rumah tangga adem ayem, bisnis lancar.” Jelasnya sembari tertawa kecil. Pengalaman membagi waktu ketika kulih benar-benar bermanfaat ketika ia berumah tangga. “Komunikasi paling penting, ketika ada permasalahan, utarakan saja kepada suami. Ya, meski ada perdebatan sedikit tapi tidak berpengaruh banyak. Jangan biasakan memendam masalah sendiri.” Begitu paparnya.
Cantik menurut Tuti, ketika wanita mampu berprestasi. Maka, wanita itu pantas disebut cantik. Yang menarik pada diri Tuti bagi saya, kesederhanannya dalam menatap kehidupan. Ia tidak seperti wanita kebanyakan yang haus akan tren fashion dan gaya hidup metropolitan. Ia masih menunjukkan kesederhanaan ketika berpakaian dan bertutur kata. Sikap demikian memang diajarkan orangtuanya sedari kecil. Karena awalnya, kehidupan mereka bisa dibilang ‘pas-pasan’. Sang Bapak perlu melalui beberapa tahapan untuk menjadi sesukses sekarang. Sebelum menjadi ketua Lembaga Pengabdian Masyarakat, sang Bapak pernah menjadi dosen tidak tetap. Sang Ibu pun berhenti menjadi Pegawai Negeri Sipil demi mengurus lima orang anak. Sampai puncak karir sang Bapak, menjadi Direktur Pascasarjana dan Dekan Fakultas Ushuludin dan Humaniora IAIN Antasari Banjarmasin Namun, sang Bapak masih tetap low profile. Saya menyaksikan sendiri, sang Bapak masih menggunakan sepeda motor zaman dulu ditengah rutinitasnya. Ini menjadi inspirasi tersendiri bagi Tuti untuk terus rendah hati ditengah puncak karir yang kian menanjak. Sungguh orangtua berperan banyak dalam hal ini. Tuti diajarkan betapa susahnya mencari uang. Dengan tidak meminta uang jajan secara berlebihan. “Ketika dipikirkan sekarang. Oh ternyata, sulitnya menjadi orangtua.” penutup yang membuat kami semua berdecak kagum.
[caption id="attachment_366079" align="aligncenter" width="500" caption="Kesederhanaan khas Wanita Indonesia (Koleksi Pribadi)"]
Sumber:
Aranda Ara, Reze Syariati. 2013. 69 Aphrodite. Tangerang, Warmedia Publisher.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H