Gangguan dalam perkembangan sosial-emosional anak dapat disebabkan oleh faktor lingkungan dan biologis. Lingkungan yang tidak mendukung, seperti pengasuhan yang tidak konsisten atau kekerasan, dapat menghambat kemampuan anak dalam menjalin hubungan sosial dan mengelola emosi. Selain itu, faktor genetik dan kesehatan juga berperan penting. Masalah umum yang muncul meliputi agresivitas, kecemasan, dan kesulitan berinteraksi dengan teman sebaya. Penanganan yang tepat dari orang tua dan pendidik sangat diperlukan untuk membantu anak mengatasi gangguan ini.
Tanda-tanda awal gangguan sosial-emosional pada anak meliputi:
>Usia 2 bulan: Tidak tersenyum.
>Usia 10 bulan: Tidak menunjukkan rasa takut terhadap orang asing.
>Usia 18 bulan: Tidak bisa makan sendiri, tidak memiliki perasaan bangga atau malu, dan tidak mampu menenangkan diri.
>Usia 1,5 tahun: Tidak memiliki imajinasi.
>Usia 2-2,5 tahun: Tidak bermain simbolik.
>Usia 3-3,5 tahun: Tidak berinteraksi dengan anak lain atau bermain pretend play.
Segera konsultasikan ke dokter jika gejala ini muncul.
Jika Anda menemukan tanda-tanda gangguan sosial-emosional pada anak, langkah pertama yang harus diambil adalah:
>Evaluasi Lingkungan: Periksa situasi dan lingkungan sekitar anak untuk memahami faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi perilakunya.
>Bicaralah dengan Orang Terdekat: Diskusikan dengan guru, teman, atau kerabat untuk mendapatkan perspektif tambahan mengenai perilaku anak.
>Konsultasi dengan Profesional: Segera temui psikolog atau dokter spesialis untuk evaluasi lebih lanjut dan mendapatkan diagnosis yang tepat.
>Pantau Perkembangan: Amati perkembangan sosial dan emosional anak sesuai dengan usianya untuk menentukan apakah perilaku tersebut normal atau tidak.
Untuk mengukur tingkat kepercayaan diri anak yang mengalami gangguan sosial-emosional, Anda dapat mengikuti langkah-langkah berikut:
>Observasi: Gunakan instrumen observasi yang diisi oleh guru atau orang tua untuk menilai perilaku anak dalam situasi sosial, seperti kemampuan berinteraksi dan menyelesaikan tugas.
>Kuesioner: Terapkan kuesioner berbasis skala Likert untuk mengukur kepercayaan diri anak dalam berbagai konteks, seperti kemampuan berkomunikasi dan berkolaborasi.
>Wawancara: Lakukan wawancara dengan anak dan orang tua untuk mendapatkan wawasan lebih dalam tentang perasaan dan pengalaman anak dalam situasi sosial.
>Pengujian Psikologis: Pertimbangkan penggunaan alat ukur psikologis standar yang dirancang untuk menilai kepercayaan diri dan keterampilan emosional anak.
Langkah-langkah ini dapat membantu dalam mendapatkan gambaran menyeluruh mengenai kepercayaan diri anak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H