Mohon tunggu...
Nurhaidah Saragih
Nurhaidah Saragih Mohon Tunggu... Guru - Learning by Doing and Traveling

Seorang perempuan Indonesia yang sekarang menetap di Jerman bersama suami, senang membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Tidak Masalah Menjadi Netral atau Memihak

10 Februari 2020   23:30 Diperbarui: 11 Februari 2020   08:26 701
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
MICHAEL BRYANT / STAFF PHOTOGRAPHER

Saya pernah dua kali menjadi golput pada pemilihan presiden dan legislatif tahun 2004 dan 2009. Kala itu saya menganggap bahwa tidak ada satupun capres yang bisa membawa perubahan yang siknifikan bagi bangsa Indonesia. 

Apalagi tahun 2004 tokoh bangsa yang saya kagumi; Abdurrahman Wahid alias Gus Dur tidak lolos dalam seleksi capres yang diadakam oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Beliau mengkritik keputusan KPU saat itu karena melanggar Undang-Undang (UU)  Kesehatan dan UU tentang Penyandang Cacat. Kala itu saya berpihak pada Gus Dur dan mengikuti langkahnya menjadi golput selama dua kali. 

Selama masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), saya juga sempat tidak percaya dengan capres-capres yang akan diusung di pemilu-pemilu berikutnya. 

Apalagi ketika Gus Dur meninggal dunia pada tahun 2009. Nyaris saya tidak punya sosok ideal lagi yang bisa saya yakini dapat membawa banyak perubahan siknifikan untuk bangsa ini. 

Tapi dinamika pilihan berpolitik seseorang tidaklah sesederhana itu. Di tahun 2012 saya tertarik dengan calon kepala daerah DKI Jakarta yang diusung oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) bersama Partai Gerindra yaitu Jokowi dan Ahok.

Saya berharap positif pada mereka berdua, akan membawa perubahan yang siknifikan setelah mereka terpilih sebagai pemimpin di ibukota negara Indonesia. 

Bisa jadi ada faktor lain yang membuat saya menjatuhkan pilihan pada mereka berdua, karena mereka diusung oleh dua partai yang saat masa pemerintahan SBY bukan menjadi partai yang menguasai pemerintahan.

Terutama PDIP saat itu, tidak memiliki satupun kader di jajaran menteri masa pemerintahan SBY, dan lebih memilih menjadi partai oposisi. Jadi menarik juga buat saya untuk menjatuhkan pilihan pada calon-calon yang diusung partai oposisi. 

Dari sini pula akhirnya saya memutuskan tidak menjadi golput pada pemilihan presiden tahun 2014. Saya memilih untuk menjadi pendukung Jokowi untuk maju pada pemilihan presiden saat itu. 

Saat itu tentu saja ada harapan-harapan besar dengan terpilihnya beliau di tahun 2014, agar keadaan di Indonesia menjadi lebih baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun