Mohon tunggu...
Aida Nursidah
Aida Nursidah Mohon Tunggu... -

Tahu kau kenapa aku sayangi kau lebih dari siapa pun? Karena kau menulis. Suaramu takkan padam ditelan angin. Akan abadi, abadi, sampai jauh, jauh di kemudian hari. (Pramoedya Ananta Toer)

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Perjalanan Menambatkan Hati (Menyusuri Kehidupan Muslim di Ranah Korea)

27 Januari 2012   08:21 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:24 527
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bangunan lima lantai sudah berada di depanku. Jika kita menengadah di depan bangunan itu. Akan tampak tulisan “Musala Al-Amin” dengan begitu jelas. Berikut tulisan-tulisan Indonesia lainnya. Inilah kekhasan bangunan ini. Begitu banyak tulisan Indonesia di sana. Barangkali hal ini akan sedikit berbeda dengan bangunan yang lainnya.

Bangunan ini sangat beragam. Jauh di paling bawah gedung ini terdapat sebuah Warung Indonesia. Di sana terkadang terdapat para muda mudi yang berkumpul untuk makan atau ngobrol-ngobrol santai. Siapakah mereka? Yah, tentunya orang Indonesia. Namun, saat kita naik ke lantai empat. Suasana tiba-tiba menjadi lain.

Lantunan tilawah dari pengeras suara musala membawa  khazanah tersendiri. Melupakan orang-orang yang bernasib kurang beruntung yang sepanjang jalan kutemui. Tampak di kejauhan Pak Kim sedang membersihkan lantai mushala bagian luar. Yah, seorang bapak paruh baya yang sekian lama mengadu nasib di Korea. Lucunya kawan-kawan memanggil ia dengan sebutan kesayangan Mr. Kim. Kebetulan nama asli beliau adalah Mustakim. Ada yang istimewa dari sosoknya. Meskipun berpenghasilan dua juta won setiap bulan. Namun ia  tetap sederhana dan bersahaja.

Serta merta aku begegas merapikan sepatu yang berjajar di pintu musala itu. Kudengar sayup-sayup suara mba-mba yang sedang bercengkerama. Aku masuk ke ruang wanita musala.

“Assalamu`alaikum” ujarku bahagia.

“Wa `alaikumsalam…” jawab mereka serentak.

Disertai senyuman dan dekapan hangat yang sekian lama ku rindukan. Bergantian aku dekap mereka satu-satu. Ada yang sibuk membantuku membuka gendongan. Salah seorang dari mereka mengambil anakku. Ada juga yang membantu melepas ranselku. Juga ada yang sibuk menanyakan kabarku selama ini.

Cukup hanya itu terkadang bisa membuatku tersenyum kembali. Dalam penatnya kehidupan ini. Sebuah kehangatan dalam lingkaran ukhuwah. Masing-masing kita sama sebagai hamba Allah, tiada yang merasa diistimewakan. Seraya kita berkumpul berharap para Malaikat menaungi kita. Dalam kesyahduan kebersamaan karena Allah semata. Itu semua hanya aku dapat di sini. Sebuah perjalanan menambatkan hati. Di Rumah Allah nan suci.

Selalu saja ada kerinduan untuk berkunjung ke Rumah Allah di negeri ini. Hingga suatu hari, aku pun bercita-cita bersama suami. Jika kelak kami punya umur dan rezeki, boleh kiranya kutemui, semua masjid di ranah ini. Masjid Gwangju. Changwon, Daejon, Jeonju, mudah-mudahan tak satu pun terlewati. Sebagai bukti kecintaaan kami kepada Illahi.

-Jabat erat teruntuk  semua saudariku di Korea-

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun