Bangunan lima lantai sudah berada di depanku. Jika kita menengadah di depan bangunan itu. Akan tampak tulisan “Musala Al-Amin” dengan begitu jelas. Berikut tulisan-tulisan Indonesia lainnya. Inilah kekhasan bangunan ini. Begitu banyak tulisan Indonesia di sana. Barangkali hal ini akan sedikit berbeda dengan bangunan yang lainnya.
Bangunan ini sangat beragam. Jauh di paling bawah gedung ini terdapat sebuah Warung Indonesia. Di sana terkadang terdapat para muda mudi yang berkumpul untuk makan atau ngobrol-ngobrol santai. Siapakah mereka? Yah, tentunya orang Indonesia. Namun, saat kita naik ke lantai empat. Suasana tiba-tiba menjadi lain.
Lantunan tilawah dari pengeras suara musala membawa khazanah tersendiri. Melupakan orang-orang yang bernasib kurang beruntung yang sepanjang jalan kutemui. Tampak di kejauhan Pak Kim sedang membersihkan lantai mushala bagian luar. Yah, seorang bapak paruh baya yang sekian lama mengadu nasib di Korea. Lucunya kawan-kawan memanggil ia dengan sebutan kesayangan Mr. Kim. Kebetulan nama asli beliau adalah Mustakim. Ada yang istimewa dari sosoknya. Meskipun berpenghasilan dua juta won setiap bulan. Namun ia tetap sederhana dan bersahaja.
Serta merta aku begegas merapikan sepatu yang berjajar di pintu musala itu. Kudengar sayup-sayup suara mba-mba yang sedang bercengkerama. Aku masuk ke ruang wanita musala.
“Assalamu`alaikum” ujarku bahagia.
“Wa `alaikumsalam…” jawab mereka serentak.
Disertai senyuman dan dekapan hangat yang sekian lama ku rindukan. Bergantian aku dekap mereka satu-satu. Ada yang sibuk membantuku membuka gendongan. Salah seorang dari mereka mengambil anakku. Ada juga yang membantu melepas ranselku. Juga ada yang sibuk menanyakan kabarku selama ini.
Cukup hanya itu terkadang bisa membuatku tersenyum kembali. Dalam penatnya kehidupan ini. Sebuah kehangatan dalam lingkaran ukhuwah. Masing-masing kita sama sebagai hamba Allah, tiada yang merasa diistimewakan. Seraya kita berkumpul berharap para Malaikat menaungi kita. Dalam kesyahduan kebersamaan karena Allah semata. Itu semua hanya aku dapat di sini. Sebuah perjalanan menambatkan hati. Di Rumah Allah nan suci.
Selalu saja ada kerinduan untuk berkunjung ke Rumah Allah di negeri ini. Hingga suatu hari, aku pun bercita-cita bersama suami. Jika kelak kami punya umur dan rezeki, boleh kiranya kutemui, semua masjid di ranah ini. Masjid Gwangju. Changwon, Daejon, Jeonju, mudah-mudahan tak satu pun terlewati. Sebagai bukti kecintaaan kami kepada Illahi.
-Jabat erat teruntuk semua saudariku di Korea-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H