Kami kanak-kanak yang se-rembang petang menyusur sajak setapak supaya malam kami tak hambar; kami merambas pendar demi berangkat ke surau, ikut ayah-ibu kami sungkurkan wajah dan mendaras,
lalu pulang dengan senyum di wajah. kami kanak-kanak sajak yang mengingat pagi, siang, senja, dan malam kami sebelum tidur; esok pagi buta, kami pasti menyusurinya kembali.
(Sungai Buluh, 23 Januari 2014)
5. Bidadari Angin Timur
Aku tahu kau tak akan sering turun dari langit, apalagi
sepagi ini, kita bisa menyempatkan diri
berjalan-beriring terus ke barat
seperti mengejar senja yang masih berjam-jam lagi.
Aku tahu kau tak akan sering berjalan setenang ini, seperti
sengaja menikmati udara dan perjalanan yang—sepertinya
sengaja kita ciptakan.
Aku tahu kau tak akan sering
jatuh cinta tanpa keras kepala
—dan menyerapahi namaku seperti biasa.
(Sungai Buluh, 18 Februari 2014)
***
— Sebab selalu ada kemungkinan untuk pindah rumah, saya mengarsipkan dan mengepak lima puisi di atas beserta 57 lainnya—yang saya tulis dalam rentang 2010 s/d April 2014—dalam sebuah buku elektronik supaya isi dari 'rumah elektronik' saya tetap terjaga dan tidak hilang begitu saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H