Ketika engkau marah
Ketika nafsu-mu mulai memuncak. Ketika mood-mu mulai keruh. Dan di saat-saat seperti itu, hal baik dari dirimu mulai hilang. Energi posotif kian meredup. Maka satu pesan-ku: Tahan.
Menahan dari apa?
Menahan dari hal diluar dugaan. Menahan dari menggerakkan tangan. Menahan dari menggerakkan tubuh. Dan yang terpenting, menahan diri dari berbicara --tanpa rem--.
Beberapa kisah yang saya pelajari dari beberapa orang yang sedang atau hampir marah. Hal pertama yang sulit dikendalikan adalah lisan. Ini terlihat jelas bila puncak dari amarah sudah tidak dapat dibendung lagi. Biasanya bila sedang marah, fungsi akal sudah hilang, nafsu sudah menang. Kuda menunggangi manusia.
Namun bila marahmu kau tetap menggunakan akal sehat. Maka mustahil kau akan tergelincir. Namun sayang, --kemungkinan-- hal seperti itu amatlah tipis.
Coba perhatikan, bila engkau salah sebut saja. Suara negatif, lebih mudah diserap otak dibanding suara positif. Sebab hal tersebut belum pernah keluar dari lisanmu manismu.
Lalu apa yang terjadi bila demikian?.
Maka yang muncul adalah penyesalan. Ya namanya saja penyesalan selalu datang di akhir, bila di awal namanya pendaftaran.
Dia pun berkata di dalam hati. Mengapa tadi saya harus menggerakkan tangan? Mengapa harus ada kalimat yang tidak sepantasnya saya ucapkan? Mengapa saya......, dan mengapa ......
Maka ketahuilah, kau bukanlah orang kuat. Bukankah orang kuat dialah yang bisa menahan marah? Di saat ingin dituangkan namun ia memilih bertahan?.