"Anak kecil, dialah kertas mungil"
Teks: Ahmad Zaki Alwy
Ini kisah di pagi hari. Seorang anak kecil yang baru masuk SD memparkirkan sepeda klasiknya di depan rumah. Dengan gagah standar tuanya di hentakkan turun. Selepas itu, perlahan tangan mungilnya mulai merong-rong saku, itu yang aku duga. Ternyata bukan. Ritsleting celana-lah yang dibukanya.
Wah ada apa dengan ritsleting nya.
Tak lama kemudian, pancuran air membasahi halaman depan rumahku. Hingga busa nampak di sekeliling sepeda klasiknya tadi.
Oh anak itu toh. Dia memang masih harus banyak belajar. Ketidak tahuannyalah yang menyebabkan dia berbuat tanpa ada jalur yang tepat. Senyumku sederhana.
Melihat fenomena pagi hari yang bagi sebagian orang 'bisa jadi' langsung naik pitam. Namun bagi-ku tidak. Pikiranku mengatakan bahwa dia masih polos, oleh karenanya tak boleh dimarahi. Bukankah orang yang salah jalan kita tunjukkan pada yang benar?. Tentu salah bukan bila dia kesasar lalu kita maki-maki dia?. Yups, ini lah letak perbedaan bila kita ingin lebih 'aarif dalam menyikapi masalah.
Saya pun tak ada hak memaki dan memarahi anda bila anda salah jalur (sudah salah jalur dimaki lagi), wong namanya saja salah jalur, maka tugas saya adalah menunjukkan jalur yang benar, adapun anda menerima atau tidak, itu urusan individualisme, yang jelas tugas kita sebagai sesama manusia adalah dengan saling mengingatkan dalam kebenaran dan ke sabaran. (buka QS. Al-'ashr, 1-3)
Lalu bagaimana meluruskan anak kecil tadi?
Tanpa panjang waktu, saya sediakan ember yang berisi air. Tidak terlalu banyak dan juga sedikit. Sesuai dengan kemampuan tenaga anak tadi.
Setelah itu saya memanggilnya ke samping rumah, guna mengambil ember tadi. Namun sebelum itu saya beri dia nasihat terlebih dahulu.
Inti dari pada nasihat tadi ialah, bila ingin buang air kecil, buanglah pada tempat yang telah disediakan, seperti toilet, dan juga bila selepas BAK, disiram hingga tidak ada bau.
"Lain kali jangan diulangi lagi ya dek" tutup nasihat tadi.
Wal hasil, pelajaran hari ini adalah bagaimana membentuk karakter 'aarif pada setiap lapisan kehidupan. Sehingga, dalam menyelesaikan problem tidak serta merta dengan kekerasan dan amarah.
Bukankah tutur kata yang penuh cinta akan lebih indah diingat seorang anak, ketimbang menggoreskan cacian pada se-usianya?
Wallahu A'lam
Tabik!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H