Mohon tunggu...
Ahyarros
Ahyarros Mohon Tunggu... Administrasi - Blogger | Editor book | Pegiat literasi dan Perdamaian |

Blogger | Editor book | Pegiat literasi dan Perdamaian |

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Dari TKI, Kuliah hingga Jadi Pegiat Perdamaian

9 Agustus 2021   10:57 Diperbarui: 13 Agustus 2021   08:32 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suatu di Singapura mengikuti Conference Internasional 2016 (Foto Ahyarros)

Bersama mantan buruh migran diacara Jagakarsa (Foto Ahyarros)
Bersama mantan buruh migran diacara Jagakarsa (Foto Ahyarros)

Untuk menambah biaya sehari-hari kuliah, saya bekerja part time di Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Lembaga Studi Kemanusiaan (Lensa) NTB konsen pada isu keberagaman, perdamaian. Selain itu, di LBH APIK NTB, lembaga yang fokus di masalah pembelaan terhadap hak-hak perempuan dan anak. Di dua lembaga inilah, saya diminta membantu menulis buku, advokasi kelompok minoritas dan komunitas rentan di NTB. Dari dua lembaga ini pula, saya banyak menimba ilmu dan pengalaman yang sangat bermakna tentang pentingnya saling menghargai (toleransi) antar beda keyakinan dan agama serta kesetaraan. Sejak dulu hingga saat ini, isu keberagaman dan kesetaraan menjadi isu penting dalam keberlanjutan bangsa Indonesia.

Kontribusiku dalam aksi perdamaian dan literasi

Jalan panjang telah terlewati dan mimpi menyelesaikan S1 telah tecapai. Bagi saya ini, sebuah kebersyukuran yang tak ada henti-hentinya saya syukuri. Mimpi yang cukup berat, bagi saya yang terlahir dari keluarga miskin cukup mustahil bisa keluar dari cara berpikir ketertinggalan (takut dan tak berani bermimpi). Di tahun 2007-2008, saya kerap mendengar, kalau menyebut NTB, khususnya Pulau Lombok, yang terlintas adalah, pulau yang dengan konflik sosial, seperti perkelahian antar kampung, beda agama, beda suku dan kemiskinan yang rampak. Bagi saya, stigma semacam ini perlahan harus ditinggalkan dan anggapan ini bisa menjadi titik balik untuk maju meninggalkan ketertinggalan menuju daerah maju. 

Suatu di Singapura mengikuti Conference Internasional 2016 (Foto Ahyarros)
Suatu di Singapura mengikuti Conference Internasional 2016 (Foto Ahyarros)

Pertengahan 2014, saya selesaikan studi S1 di UIN Mataram yang saat itu masih berstatus IAIN Mataram, saya memilih bergabung di Lensa NTB sebagai tim publikasi dan literasi dan sempat juga menjadi konsultan Sekolah Pemuda Perdamaian di LBH Apik NTB. Selain itu juga saya aktif di pengerak literasi di NTB. Berkat pengalaman bekerja di Lensa NTB dan LBH APIK NTB, oleh teman di AMAN Indonesia megajak saya merantau dan bekerja di Jakarta. Saya pun menyanggupi tawaran itu. Di ibu kota, saya sempat bekerja menjadi konsultan dibeberapa lembaga yang fokus dalam isu perdamaian dan keberagaman. 

Pada 2015, saya bekerja di AMAN Indonesia diposisi riset dan publikasi dan 2018 diminta bantu menjadi konsultan oleh Wahid Foundation dalam bidang "Inisiasi desa damai di Jawa Barat. Dan 2019, saya diminta membantu kerja-kerja perdamaian di Taskfor Jabar, S-SAVE Indonesia, USAID Indonesia. Hingga di 2020, saya mengambil keputusan untuk kuliah S2 Hubungan Internasional, Universitas Paramadina Jakarta. Di sela-sela bekerja dan menyelesaikan S2, saya terlibat aktif di Sekretaris Lajnah Publikasi dan Literasi Pengurus Daerah Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah (NWDI) Kota Mataram NTB dan bergabung bersama Taman Baca Masyarakat.

Jika ditanya apa kontribusi yang telah saya berikan dan lakukan untuk bangsa ini? Tentu saya akan bercerita banyak tentang pengalaman berkegiatan dalam bidang perdamaian dan penguatan literasi untuk anak-anak desa di NTB. Detailnya saya jelaskan sebagai berikut;

Bersama Sekolah Perempuan Perdamaian di Poso, Sulteng (Foto Ahyarros)
Bersama Sekolah Perempuan Perdamaian di Poso, Sulteng (Foto Ahyarros)

 Pertama, di tahun 2014, saat bergabung di Lembaga Studi Kemanusiaan (Lensa) NTB, bersama teman-teman di Lensa NTB, saya ikut terlibat membantu Pemerintah NTB dan Walikota Mataram dalam merumuskan dan mendorong kebijakan yang pro terhadap kelompok minoritas dan komunitas rentan di NTB. Khususnya untuk penyandang disabilitas (berkebutuhan khusus) dan warga jamaah Ahmadiyah di pengunsian Transito Lombok, ini kami dorong agar negera memberikan pelayanan yang baik dalam pemenuhan hak-hak dasar mereka. Saya kira ini, kontribusi yang terbilang biasa, tapi satu sisi bisa menjadi studi percontohan bagi daerah lain dalam menerapkan kebijakan yang pro terhadap kelompok minoritas dan berkebutuhan khusus di negeri ini.   

Kedua, saya berkontribusi menginisiasi terbentuknya komunitas Aliansi Kerukunan Pemuda Lintas Agama atau (AKAPELA) NTB). Komunitas muda lintas iman ini konsen dalam isu bagaimana merawat keberagaman perdamaian di NTB. Sejak 2014, terbentuk, hingga kini anggotannya berjumlah ratusan pemuda lintas iman yang tersebar di 5 Kabupaten di Pulau Lombok. Kegiatan AKAPELA NTB didanai oleh LBH APIK-NTB dan Oxsfam. Di AKAPELA, saya dipercaya sebagai program manajer, yang merancang kegiatan, mengatur jalannya diksusi dan membuat laporan akhir kegiatan di tiga kabupaten kota di NTB, Lombok Barat, Lombok Utara, Kota Mataram, dan Lombok Timur. Tahun ini, adalah tahun ke-7 kegiatan AKAPELA berjalan. Bersama komunitas Hindu, Kristen, Budha, dan Muslim, kami menjadi perekat perdamaian dalam menjaga keutuhan bangsa Indonesia.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun