Dalam group musiknya, selain sebagai pemilik dan manajer Al-Mahsyar juga pencipta hampir semua lagu yang didendangkan orkesnya. Ia mengaku tak ingat lagi berapa banyak lagu yang telah dibuatnya. Yang ia ingat lagu-lagunya kebanyakan berlirik sederhana tentang kehidupan keseharian masyarakat. Bisanya Al-Mahsyar mengarang lirik lagunya dengan huruf steno atau mengunakan musik ketik manual. Sekali pun ia tunanetra, Al-Mahsyar jago mengetik sepuluh jari. "Saya mendapatkan pelajaran mengetik waktu sekolah di Denpasar." Katanya
Dari perjalanan bermusik sejak 1981, orkesnya telah memiliki aset 5 kendaraan operasional, mulai dari truk, pickup dan kijang. Ada juga sound system berkapasitas 20 watt serta panggung pentas permanen. Al-Mahsyar menyebut total asetnya saat itu berkisar 500 juta. "Ya, kalau hitung-hitung aset orkes kita saat itu, sekitar 500 juta lah." Ujar mendiang Al-Mahsyar.
Ketika kembali dari Denpasar pada 1974, hanya ada dua cita-cita Al-Mahsyar. Pertama ia membuat orkes Melayu. Kedua membuat sekolah bagi penyandang tunanetra, seperti dirinya. Cita-citanya itu dikabulkan Tuhan. Kedua mimpinya terpenuhi. Orkes Melayu Pelita Harapan yang didirikan sejak 1975, sekarang menjadi orkes Melayu papan atas di seantero NTB. Sementara, Sekolah Tunanetra yang dimimpikannya telah berdiri di atas lahan seluas 34 are dipinggiran Kota Mataram. Sekolah itu mendidik puluhan tunanetra seperti dirinya dengan belasan tenaga pengajarnya.
Al-Mahsyar tak henti-hentinya bersyukur bersyukur atas karunia Tuhan padanya. Musik sekolah tunanetra dan istri serta tiga anaknya mereka sebut sebagai pemberianTuhan yang tak terhingga. "Ini istri saya yang tak pernah saya lihat parasnya," Ujarnya seraya memperkenalkan Siti Aisyah perempuan separuh baya yang terlihat tetap cantik, yang telah mendampingginya puluhan tahun mengarunggi biduk kehidupan rumah tangga.
Gajah mati meninggalkan gading, Al-Mahsyar mati meninggalkan dendang dan juga teladan untuk tidak menyerah dalam kehidupan dengan keterbatasan yang Tuhan berikan padanya. Al-Mahsyar tunanetra yang meniti jalan kebagian lewat orkes dan sekolah tunanetranya. Pada Al-Mahsyar kita belajar tentang kegigihan dan getar getirnya perjuangan kehidupan. Predikat tunanetra tak membuat ia menjadi hambatan untuk berkarya dan menciptakan karya serta kebermanfaataan antar sesama.
Al-Mahsyar menghembuskan nafas terakhir hari Minggu, 20 September 2020 di Mataram. Semoga mendiang Al-Mahsyar ditinggikan derajat dan pusaranya dijadikan kebun surga oleh Allah SWT. Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H