Tim penari dan musik di KBSB banyak yang berlatih dari usia dini, hingga sekarang telah dewasa. Umumnya, tim penari dan musik yang setiap minggu rutin berlatih di KBSB adalah mereka yang turut mengisi kegiatan seremonial (seperti Upacara Serentaun) dan penyambutan apabila ada kunjungan wisata ke KBSB dalam jumlah yang masif.
Upaya untuk menguatkan dan mengembangkan basis kesenian sunda tersebut pada dasarnya merupakan salah satu upaya nyata untuk mengembalikan dan mengenalkan kesenian sunda pada anak-anak, dan cara tersebut nampaknya cukup berhasil jika melihat tingkat antusiasme dan keberlanjutan pelaksanaan kesenian tersebut.
Inti budaya dari kebudayaan sunda salah satunya adalah spiritualitas, pada aspek kesenian dan fisik, memang di KBSB telah mampu menciptakan keberlanjutan dan ketertarikan tersendiri.
Pertama, Upacara Serentaun,sebagai bentuk penghormatan dan penghargaan terhadap sang pencipta yang terus dilakukan secara rutin setiap tahun sejak tahun 2005 (atau pada saat gagasan awal pendirian KBSB). Pelaksanaan Upacara Serentaun sejak didirikannya KBSB juga tidak dilakukan secara parsial, atau banyak elemen kesenian yang dikurangi. Karena KBSB juga melatih tari-menari serta penggunaan alat musik sunda.
Pelaksanaan Upacara Serentaun memosisikan kesenian sebagai bagian integral dari penghormatan terhadap leluruh dan juga sang pencipta. Kegiatan ini merupakan salah satu kegiatan yang inklusif dan masif, sehingga bukan tidak mungkin kegiatan ini juga turut menjadi ajang interaksi sosial yang asosiatif dan mempererat tali kekerabatan (kinship).
Kedua,Upacara Nyebor, pada dasarnya pelaksanaan upacara ini merupakan salah satu bentuk sinkretisme antara budaya sunda dengan agama islam. Upacara ini bertujuan untuk membersihkan diri dari segala nafsu dan hiruk pikuk duniawi. Pelaksanaan Upacara Nyebor juga menjadi ajang dimana pihak KBSB meningkatkan dengan mayoritas penduduk di sekitar kawasan KBSB.
Beberapa contoh tersebut merefleksikan tata kelola dan mekanisme aturan yang khas, yang sangat melekat dalam sistem kebudayaan sunda. Secara singkat, hal ini berarti juga merujuk pada upaya mengembalikan diri pada “fitrah budaya sunda” dan menghargai tradisi yang sudah ada dari leluhur. Arti budaya sebagai inti adat pun dapat dimaknai sebagai sistem yang holistik, yang apabila melanggarnya akan terkena sanksi atau “hukuman” tersendiri.
Sumber tulisan:
Wawancara dengan pengurus Kampung Adat Sindang Barang (Ukad), Emak Bedah dan masyarkat sekitar Kampung Sindang Barang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H