Mohon tunggu...
Ahyarros
Ahyarros Mohon Tunggu... Administrasi - Blogger | Editor book | Pegiat literasi dan Perdamaian |

Blogger | Editor book | Pegiat literasi dan Perdamaian |

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Jejak Kerajaan Pajajaran di Kampung Sindang Barang

6 Februari 2017   16:11 Diperbarui: 17 Februari 2017   09:54 1247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam budaya sunda, turun temurun kepemimpinan tersebut merupakan hal yang lazim, selain karena memiliki kharisma tersendiri sehingga berimplikasi terhadap kepemimpinan yang lebih fungsional, umumnya mereka telah terlibat dalam kegiatan musyawarah atau kebudayaan lainnya sejak kecil, sehingga dianggap telah memahami seluk beluk kebudayaan sunda secara lebih dalam. Sedangkan, pupuhu dalam arti yang kedua (karena sekaligus pemegang hak sumber daya alam dominan), memang diperoleh ketika ia secara dominan menguasai berbagai sumber daya di kawasan komunitasnya.

Secara fungsi kepemimpinan, seperti telah disebutkan sebelumnya Pupuhumerupakan pemegang kewenangan utama di komunitasnya. Selain pada aspek sumber daya, fungsi dan kemampuan mengatur hirarki oleh pupuhu memiliki urgensi tersendiri. Namun, kewenangannya pun tidak absolut, karena ia setidaknya harus melaksanakan proses konsultatif dengan pihak sesepuh atau disebut dengan kokolot (community elders) dan divisi-divisi di bawahnya.

Terkait dengan kokolot, saat ini setidaknya terdapat 70 orang kokolot yang hampir selalu dimintai pendapatnya terkait berbagai persoalan seremonial adat hingga pelaksanaan kesenian. Kokolot tersebut tidak masuk ke dalam struktur resmi adat, namun keberadaannya selalu diakui dan akan menjadi pamali(tidak pantas) apabila kokolot dilangkahi Sedangkan, untuk divisi-divisi yang berada di bawah pupuhu membentang dari yang berada pada fungsi fisik hingga non-fisik.

Lapisan pertama kerap kali dianggap sebagai “pemegang kunci”, yakni pupuhu atau sang kepala adat,lalu pada lapisan kedua merupakan pihak yang paling utama menopang pupuhu, yakni hulun rasul, girang seurat dan ambu. Hulun rasul pada dasarnya diisi oleh tokoh-tokoh yang dianggap memiliki tingkat spritualitas yang tinggi, yang mengatur pada penyelenggaraan kegiatan adat hingga keagamaan.

Karena di KBSB seluruhnya adalah muslim, maka fungsi ini kerap juga setara dengan “ustadz” (atau tokoh yang dianggap memiliki pengetahuan agama tinggi dalam islam). Karena fungsinya yang juga terkait dengan adat, hulun rasul juga membawahi jabatani yang berada di lapisan ketiga. Fungsi jabatani termasuk substansial dalam pelaksanaan seremonial di kebudayaan sunda, karena ia juga yang mengatur dan melakukan penanaman padi, panen, hingga nanti terkait dengan persiapan pelaksanaan pasca-panen dan syukuran (Upacara Serentaun).

Foto Ahyarros
Foto Ahyarros
Lapisan kedua lainnnya ditempati oleh Ambu, pada dasarnya ambudekat dengan kegiatan domestik dan keuangan (bendahara), sehingga umumnya jabatan ini pun diisi oleh istri-istri dari petinggi adat. Fungsi yang paling substansial pada lapisan kedua berada pada girang seurat, yang pada dasarnya merupakan pemegang jabatan tertinggi kedua setelah pupuhu, dan kerap juga diasosiasikan dengan fungsi sekretaris, hingga pihak yang menampung berbagai nasihat untuk kebaikan pupuhu dan komunitasnya. 

Pada zaman kerajaan, girang seurat memegang fungsi yang vital dan bahkan dapat turut memutuskan hal-hal yang sifatnya esensial. Pada saat ini, jabatan ini diketuai oleh seorang yang sudah sejak lama terlibat dalam kegiatan budaya sunda di Kec. Tamansari, namun pasca tahun 2010, perubahan cukup besar terjadi.

Pasca tahun 2010, pengelola jasa wisata (marketing wisata)yang biasa mengerjakan jasa pariwisata skala lokal mulai masuk dan menjadikan KBSB sebagai jasa wisata unggulannya.

Namun, masuknya pengelola jasa wisata di KBSB tidak sebatas pada aspek eksternal, melainkan juga pada aspek internal dan bahkan dimasukkan dalam struktur adat, atau lebih tepatnya sebagai anggota utama di girang seurat.

Seperti diketahui, girang seurat merupakan jabatan yang strategis, sehingga secara tidak langsung telah terjadi proses hibrida budaya yang telah eksis sejak masa lampau dengan “budaya baru” yang dibawa oleh girang seuratversi baru tersebut (selanjutnya disebut sebagai neo-girang seurat).

Budaya sebagai Inti Adat
Budaya sunda secara spesifik tidak hanya menyangkut aspek kesenian berupa tari-tarian maupun musik, melainkan juga aspek spritual dan seremonial. Secara aspek kesenian, KBSB telah berusaha memulihkan kembali seni-seni sunda seperti tari-tarian, bela diri hingga karawitan. Bahkan, kawasan KBSB secara rutin digunakan untuk pelatihan bagi peserta yang ingin mempelajari dan mendalami kesenian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun