Dari pulau ujung timur sampai barat Indonesia, terdapat kisah-kisah yang luput dari luput dari pantauan publik. Dari pengalaman mereka para, peternak, petani, buruh dan bahkan hingga kisah bagaimana anak-anak di pelosok desa kawasan wilayah pertambangan di Sumbawa Nusa Tenggara Barat (NTB) mengapai mimpinya.
Di pengujung desa Benete, Maluk, Sumbawa besar. Saya bertemu seorang pria bernama Mahsus Khair (29) yang kala itu bekerja Commonity Development(Comdev) perusahan tambang PT Newmont. Ia sedang berada di lokasi pembenihan bibit pohon Mahuni, Gharu, Pinus, Cemara, Srikaya, Jambu Mente, dan Naga. Benih-benih yang di semai itu, yang rencananya akan dibagikan ke para petani Desa Bene, Kecamatan Maluk, Sumbawa Besar. Benih pohon dibagikan pada masyarakat dengan cuma-cuma.
Ia mendedahkan satu realitas tentang pengalamannya melakukan pendampingan, dan pemberdayaan masyarakat Desa Bene,Sumbawa dibawah COMDEV PT. Newmont Nusa Tenggara (NTT). Di kompleks pusat pemberdayaan masyarakat seluas 1,7 hekatar inilah. Ia bersama masyarakat membibitkan benih, beternak, dan membuat produk pembuatan pupuk organik kompos bagi warga, hingga penghijauan. Penghijauan lahan kritis, dan hutan gundul menjadi prioritas utama demi keberlanjutan ekologis manusia, dan habitat lainnya.
Sejak awal melakukan pemberdayaan, ia merasakan sulitnya mengajak masyarakat kampung Benete bergabung di kelompok pemberdayaan. Sebagian besarnya mengantungkan hidup dari bertani, dan beternak sapi. Pemberdayaan dari perusahan PT Newmont, hannya sepengal cerita yang sedikit diketahui dan mendatangkan manfaat bagi kawasan pertambangan. Anggapan sinis masyarakat Benete, perusahan tambang mendatang petaka bagi daerah.
Bersama anggota pemberdayaan di COMDEV (pertambangan). Ia perlahan-lahan mengajak petani, dan peternak yang lokasinya berdekatan dengan COMDEV untuk mengubah pandangan itu. Ia mencoba satu persatu-satu agar warga kawasan tambang memanfaatkan tambang sebagai bagian dari kehidupan.
Sahidullah (25), salah seorang warga desa Benete, Maluk ia ajak untuk bekerja dirumah kompos Comdev Centre PT Newmont. Di kompleks ini, ia bersama komunitas membentuk kelompok pembenihan, pengemukkan sapi, dan mengolah kotoran sapi menjadi pupuk kompos dan biogas. Segala keperluannya dibiayai pihak COMDEV. Dalam perbulannya, ia telah mampu memproduksi 25-27 ton kompos dan ribuan jenis benih pohon. Hasil olahan ini dibagikan ke kelompok dengan gratis.
Sebagian besar petani yang awalnya membeli pupuk dengan harga mahal, kini tak lagi kesulitan untuk mendapatkan pupuk. “Kompos menjadi alternatif petani, ibu-ibu di sawah menuai hasil panen berlimpah. Dan ribuan benih kayu kami tanam dilahan kritis bersama warga”. Kata Haji Ismail salah seorang warga Desa Benete. Haji Ismail membeberkan kisahnya, bagaimana pertambangan telah mengupah Desa Benete menjadi Desa yang makmur. Biaya kesehatan, Pendidikan, perbaikan infrastruktur, dan ekonomi masyarakat terus mengalami peningkatan yang cukup baik. “Sebagian besar masyarakat Desa Benete bekerja di tambangan. Biaya sekolah, kesehatan didapatkan dari sana semua”. Cerita H. Ismail pria empat anak ini.
Sepengal kisah yang saya jumpai di Sumbawa Barat, NTB ini menarik untuk ditelaah dalam memaknai tambang untuk kehidupan. Sebagai warga biasa hidup dikampung, tak banyak yang tahu dan memiliki pandangan awal bahwa tambangan memiliki manfaat yang besar bagi kehidupan. Warga seringkali didedahkan dengan cerita, jika tambang menghancurkan kehidupan. Bukankah kisah petani, dan peternak kampung Benete, Sumbawa yang memanfatkan pemberdayaan dari perusahan tambang bisa menjadi success story kita? Atau jangan-jangan kita belum begitu paham apa saja manfaat posisitif tambang untuk kehidupan.
Pertama,perusahan pertambangan, saat ini selalu berhadapan dengan isu lingkungan yang tidak mungkin dianggap sepele. Perusahan pertambagan harus memahami bahwa operasi berdampak pada lingkungan sehingga berusaha sebaik mungkin untuk menata dan mengelola lingkungan sesuai dengan peraturan dan ketentuan-ketentuan yang berlaku. Keberlanjutan ligkungan adalah salah satu nilai yang paling diagungkan oleh perusahaan. Kontribusi perusahan terhadap lingkungan demi mewujudkan operasi lingkungan yang berwawasan lingkungan berkelanjutan.
Kedua, Perusahan pertambangan masih berhadapan dengan anggapan masyarakat, bahwa tambang di Indonesia menjadi bagian dari pengerusak lingkungan dan tak mendatangkan kesejahteraan. Isu seperti ini, saya jumpai berseliwaran sejak lama sehingga menjadi urusan serius perusahan pertambangan. Fakta menunjukkan, apa yang telah dilakukan Commonity Development PT Newmont Nusa Tenggara (NTT) berbaur dan belajar bersama untuk memperdayakan komunitas setempat dan menjaga keberlansungan lingkungan sangat efektif untuk membuka wawasan tentang bagaimana tambangan tak menjadi bagian dari pengusak lingkungan, namun mengambil bagian dalam penggelolaan hutan demi keberlansungan linkungan hidup dan ekosistem setempat.
Ketiga, kita bisa belajar dari aksi nyata nyata kepedulian PT Newmont terhadap aksi kemanusiaan (donor darah), dan upaya membangkitkan kesadaran pelestarian terhadap lingkungan menjadi bagian dari perusahan untuk dilakukan. Yang terpenting adalah terlibat lansung dalam memberikan edukasi, dengan model pemberdayaan pada masyarakat sehingga tambangan untuk kehidupan yang bermakna.
Di Kompasiana saya berdiskusi lansung dengan seorang pakar dan Ketua Ahli Geoglogi Indonesia, Sukmandaru Prihatmoko. Ia memberikan ulasan bagaimana manfaat tambangan bagi kehidupan manusia, ia berangkat dari sebuah riset pijakan yang menghasikan waktu bertahun-tahun. “Negara yang maju itu, karena karena memanfaatkan sumberdaya minerbanya. Perlu kita ketahui industri tambang memiliki manfaat yang tinggi untuk kemajuan bangsa. Tambang akan memberikan kehidupan untuk manusia”. Kata Ahli Geoglogi Indonesia ini.
Berangkat dari itu, pertambangan di Indonesia menjadi pengerak ekonomi kelas menengah miskin dikawasan sekitar wilayah tambang. Tambang harus menjadi bagian untuk memajukan bangsa. Menutup tulisan, saya mengutip ungkapan, Ariyo Prawoto Wibowo (Dosen ITB) “Manusia itu hidup dari tambang. Sangat sengsara kita hidup jika tak memanfaatkan sumberdaya minerba”.
Sumber tulisan;
Bulettin, Berita Kita (Media Komunikasi Komunitas Freeport Indonesia). Edisi, Juni 2015.
Bulettin, Berita Kita (Media Komunikasi Komunitas Freeport Indonesia). Edisi, Oktober 2016.
Diskusi Nangkring Kompasiana “Tambang Untuk Kehidupan” Bandung, 15 Oktober 2016.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H