Mohon tunggu...
Ahyarros
Ahyarros Mohon Tunggu... Administrasi - Blogger | Editor book | Pegiat literasi dan Perdamaian |

Blogger | Editor book | Pegiat literasi dan Perdamaian |

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengenang Lebaran Adat di Bayan (1)

2 Agustus 2016   17:30 Diperbarui: 2 Agustus 2016   17:49 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ibu dan anaknya membawa sesajen Lebaran Adat (Foto, Ahyar ros)

Seorang tokoh dihormati di Desa Sukadana mendatanggi kami yang tengah asyik duduk mendengar cerita pak Mus. Ia datang menghampiri kami, seraya menceritakan semua hal mengenai pakaian baju adat dan kemben (pakaian wajib bagi masyarakat adat bayan) dan susunana prosesi Lebaran Adat Bayan, Islam Wetu Telu, hingga satu hari satu malamnya.

Kubah Masjid Islam Wetu Telu, Bayan (Foto Ahyar ros)
Kubah Masjid Islam Wetu Telu, Bayan (Foto Ahyar ros)
Komunitas masyarakat Islam Wetu Telu di Kabupaten Lombok Utara (KLU) merayakan Idul Fitri dengan cara berbeda seperti kebanyak umat Islam lainnya. Seperti biasanya mereka melaksanakan lebaran tiga hari setelah umat Islam lainnya berlebaran, yang jatuh pada tanggal 1 syawal. Lokasi perayaan Lebaran Adat di KLU berlansung di tiga tempat pertama di Labangkara, Sembagik, dan Semokan.

Namun lokasi yang pernah kami yang pernah kami datanggi, rumah adat Semokan, dan Sukadana. Ketika kami bertandang ke dusun Semokan, kami menjumpai pengalaman unik, yang sebelumnya. Bertahannya ritual dan rangkaian sebelum merayakan Lebaran Adat yang selama ini sulit untuk dijaga bersama komunitas adat keturunan Islam Wetu Telu.

Bagi komunitas masyarakat Islam Wetu Telu menjaga tradisi merupakan pesan dari leluhur mereka yang secara turun-temurun dijaga. Bangunan rumah adat, seperti masjid adat, berugak (tempat menerima tamu susuk sasak),  ziarah kubur, menyerahkan fitrah serangkaian lainya terus terjaga. Waktu itu menjelang magrib, berada di dusun Semokan kami habiskan untuk melihat dan bertanya semua segala kemungkinan dan bagaimana prosesi ritual Lebaran Bayan dilaksanakan. 

Saya terkesima melihat anak-anak kecil berlari diantara halaman bale Balak (rumah adat khas Sasak). Bale adat (rumah adat) itu berdiri kokoh, yang menandaskan tradisi leluhur menjadi bagian untuk tetap dirawat dan dipertahankan. Bagi masyarakat adat Bayan, sejauh langkah pergi merawat tradisi adalah pesan dari leluhur, jika mereka abai dengan tradisi, suatu saat akan mendapat teguran dari yang kuasa. Merawat ritual dan tradisi adalah cara mencintai, berkakti pada Sang Hiang Widi Wasa.          

Cerita pak Mus mengiringgi perjalanan langkah kami menuju pulang ke rumah pak Mus. Aku menatap langit yang sudah mendung, yang pertanda sebentar lagi hujan deras akan turun. Aku pun melintasi jalan setapak berdebu. Bersambung.

Bogor, 2 Agustus 2016

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun