Mohon tunggu...
Ahyarros
Ahyarros Mohon Tunggu... Administrasi - Blogger | Editor book | Pegiat literasi dan Perdamaian |

Blogger | Editor book | Pegiat literasi dan Perdamaian |

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

“Gramedia Bookstore” & Perubahan yang Saya Dapatkan

31 Oktober 2015   20:14 Diperbarui: 31 Oktober 2015   21:02 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Beberapa koleksi buku-buku terbitan Gramedia, foto (Ahyar ros)"][/caption]
Bagi sebagian orang yang gemar membaca, ia akan menjadi menyenangkan, takkala toko buku besar seperti, Bookstore Gramedia hadir di tempat tinggal kita. Apalagi di sebuah daerah, yang jauh dari pusat kota dan belum menjadikan membaca sebagai sebuah tradisi mencerdasakan sekaligus mencerahkan. Layaknya, saya yang tinggal di Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Tentunya, untuk mendapat membeli bacaan yang baik (bergizi) dan berkulitas harus menempuh waktu tiga jam dari Lombok Timur menuju Kota Mataram. Namun, saya merasa beruntung, ketika saya berkesempatan menempuh studi di Institut Agama Islam Negeri IAIN (Mataram). Tepatnya 2008, saya resmi menjadi mahasiswa S1 di Fakultas Syar’ah (Hukum).

Dengan terbatasannya bacaan di perpustakaan kampu, memaksa saya untuk mencari buku tambahan di luar kampus. Di sendiri kampus, tidak banyak menyediakan buku-buku terbaru yang berkaitan dengan mata kuliah. Maka, pilihannya mencari di buku di luar (emperan). Tapi untuk menemukan buku-buku terbitan toko besar seperti di Gramedia waktu itu sangat sulit didapatkan.

Walaupun waktu, saya belum begitu akrab dengan istilah Gramedia. Dari mana saya tau cetakan Gramedia, beli buku agak susah untuk didapatkan waktu itu. Malu rasanya mengenang masa lalu ini. Jika pun ingin membeli cetakan buku Gramedia, saya harus pesan online atau bahkan titip pada teman yang kebetulan ke luar kota (Jawa). Senior saya, Yusuf Tantowi, untuk buah tangan, ia sering membelikan buku-buku terbitan Gramedia.  

Pada awal 2011 Yusuf Tantowi memberi kabar, kalau ia akan ke Jakarta. Lantas ia pun bilang “Kalau mau dibelikan buku di Jakarta saja, di sana lebih murah”. Ungkapnya waktu itu . Buku “Changce” karya Guru Besar Ilmu Manajemen UI, Prof. Rhenald Kasali, yang waktu itu sangat fenomenal dikalangan para aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan para dosen di NTB.

[caption caption="Member Card, Gramedia Bookstore, yang sampai saat ini saya pakai. foto (Ahyar ros)"]

[/caption]

Setelah kembali dari Jakarta, ia membawakan buku “Changce” yang waktu itu masih terbuka dari bungkusnya dan, saya pun lansung membacanya. Dari pengalaman membaca buku tersebut. Ini adalah kali pertama, saya membaca dan mengenal mulai mengenal terbitan Toko Buku Gramedia. Dan setiap kali ke toko buku kecil (emperan), saya mencari buku-buku terbitan Gramedia, layaknya orang yang keranjingan dengan Gramedia.

“Kita masih agak kesulitan mendapatkan buku-buku terbitan terbaru di Lombok. Alangkah senang, jika satu toko buku besar seperti Gramedia bisa ada di Mataram”. Kata, Yusuf Tantowi saat berdiskusi denganku. Ia banyak bercerita tentang buku-buku hasil terbitan Gramedia. Kata-kata itu membuat, menjadi bersemangat untuk membeli lebih banyak lagi buku terbitan Gramedia. Mendengar ucapan tersebut, saya dengan penuh harapan agar Gramedia ada di salah kota kecil seperti NTB. 

Baru saya menginjak semester 8, tepatnya tanggal, 7 Juni 2013. Toko Buku Gramedia Lombok diresmikan lansung oleh Wali Kota Mataram, Ahyar Abduh, Waktu itu. Hari pertama peremian, saya bersama seorang teman, Turmuzi (Wartawan, Suara NTB, Fathulrahman, (Redaktur Lombok Post), Yusuf Tantowi (Penulis Muda NTB), Safwan (Budayaan NTB), datang dan pulangnya membeli bebeapa buku, yang judulnya masih saya ingat seperti, Dangdut, Musik, Identitas dan Budaya Indonesia, (Andrew N. Weintraub), Garis Batas, (Agustinus Wibowo), Titik Nol (Agustinus Wibowo), Entrok (Okky Madasari), Mengarang Itu Gampang (Arsendo Atmowiloto), Berkisah Merah (Ahmad Tohari), dan After Orcard (Margarita’s Chat). Itu lah sebagian judul yang masih bisa, saya ingat waktu pertama kali membeli ke Gramedia Lombok.

[caption caption="Beberapa koleksi buku-buku terbitan Gramedia, foto (Ahyar ros) "]

[/caption]

Dalam setiap mingggu selalu, dua kali, bahkan 4 kali datang untuk membeli buku-buku baru. Karena keseringan membeli buku, seorang kasir (pelayan) Gramedia Lombok Menyarankan saya untuk membuat Member card (Kartu untuk pelanggan). Tanpa berbagai penjelasan panjang, saya pun lansung mengiyakan untuk jadi member. Sejak itulah, saya resmi menjadi Member card, Gramedia Lombok. Setiap kali membeli belanja buku, saya wajib mendapatkan diskon minimal 10 persen dari harga biasa.

Dari toko buku Gramedia, Lombok, saya mendapatkan manfaat sekaligus memudahkan saya untuk lebih cepat bacaan-bacaan bergizi dan langka untuk di dibaca oleh anak-anak yang tinggal di kota kecil seperti di Lombok. Orang seringkali mengukur manfaat itu dengan materi (finance). Namun manfaat yang terbesar saya rasakan dari, buku terbitan Gramedia dan yang saya pernah beli dari ratusan koleksi, telah mengantarkan saya, seperti sekarang ini, (tak pemalu dan cara berpikir lebih terbuka).

[caption caption="Beberapa koleksi buku-buku terbitan Gramedia, foto (Ahyar ros)"]

[/caption]

Berat, rasanya untuk bisa melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi, tanpa tersedianya bacaan-bacaan bergizi dan ruang-ruang diskusi. Hingga sampai, saat ini, saya banyak terbantu oleh buku-buku terbitan Gramedia. Dan manfaat yang sulit saya percaya adalah, sekolah S2 dengan beasiswa di Institut Pertanian Bogor (IPB), Jawa Barat. Bisa dibilang itulah nikmat yang tak henti-hentinya saya syukuri.

Gramedia membangun tradisi baru

Hadirnya Gramedia Lombok di kota kecil ini mendatangkan budaya baru bagi warga NTB, khususnya bagi para pelajar dan ribuan Pondok Ponsantren serta sekolah-sekolah di kota ini. Selain itu Gramedia telah menumbuhkan sebuah kebiasan baru yakni, tradisi-tradisi membaca di pulau Lombok. Hingga secara lansung, tradisi tesebut akan berdampak perlahan melonjak pada tingkat pengembangan Sumber Daya Manusia NTB yang beriman, Berdaya Saing dan Sejahtera (Visi Misi NTB). 

Tentunya keberadaan Gramedia Lombok, tak hannya membangun tradisi membaca untuk masyarakat NTB, namun Gramedia bisa dijadikan sebagai rumah para intelektual yang masih haus dengan berbagai refrensi khzanah keilmuan. Karena menjadi penanda perkembangnya zaman adalah tradisi membaca, bahkan tidak ada manusia modern hari ini yang bisa jauh dan besar tanpa buku. Buku seakan tak bisa dipisahkan lagi dari sebuah peradaban besar manusia. []

Bogor, 31 Oktober 2015

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun