Mohon tunggu...
Ahmad Humaidi
Ahmad Humaidi Mohon Tunggu... Freelance Writer -

Mulai Menulis Dari MEDIA NOLTIGA (FMIPA UI), Sriwijaya Post, magang Kompas, Sumsel Post hingga sekarang tiada berhenti menulis... Menulis adalah amalan sholeh bagi diri dan bagi pembaca sepanjang menulis kebenaran dan melawan kebatilan.....

Selanjutnya

Tutup

Analisis

NKRI Berdasarkan Tuhan Yang Maha Esa Bukan Sekadar Hiasan Bernegara

6 Mei 2019   21:59 Diperbarui: 6 Mei 2019   22:35 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Konstitusi NKRI begitu jelas dan gamblang menuliskan NKRI berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Bahkan juga menjadi sila pertama dari lima sila negara. Dari sila pertama lahir sila2 lainnya sebanyak empat sila. Tak ada sila pertama tidak ada sila2 lainnya.

Para pembuat konstitusi NKRI bukan orang2 bodoh melainkan orang2 pintar yang mencintai negerinya dan bangsa dari dirinya sendiri. Mereka rela berkorban harta dan jiwa untuk kemerdekaan negeri ini. Tidak hanya kata2 tapi juga dibuktikan semasa hidupnya hingga akhir hayatnya.

Itu sebabnya Tuhan Yang Maha Esa yang mereka pahat dalam konstitusi NKRI adalah yang utama dan pertama bagi setiap warga dalam kehidupan bernegara. Tuhan Yang Maha Esa atau Agama atau Iman mewarnai semua gerak lahir dan batin setiap warga negara dalam semua aspek kehidupan dalam suatu negara. Berarti Tuhan Yang Maha Esa menjadi keyakinan dan keimanan yang dibawa setiap warga negara ketika beraktivitas dalam politik, ekonomi, sosial, budaya dan juga iptek.

Bagi warga negara Indonesia beragama Islam maka ajaran Islam harus mewarnai kehidupannya sejak dari bangun tidur hingga tertidur kembali.  Begitu pula warga negara Indonesia beragama Kristen, budha dan hindur maka ajaran2 agamanya harus mewarnai kehidupannya sehari-hari. Tiada hari tanpa beragama.

Agama mengajarkan untuk jujur dan adil. Begitu pula konstitusi NKRI memerintahkan setiap warga negara untuk jujur dan adil. Terlebih lagi warga negara yang menjabat suatu jabatan dalam pemerintahan dari presiden, menteri, panglima TNI, kapolri, kejagung, hakim dan lain2. Berlaku tidak jujur dan tidak adil bukan saja melanggar agamanya masing2 tapi juga melanggar konstitusi NKRI. Pelakunya bisa dikenakan ancaman pidana dan dijebloskan ke dalam penjara bahkan juga hukuman mati.

Hari ini NKRI yang berdasarkan Tuhan Yang Maha Esa tidak lagi wujud dalam kehidupan sehari-hari. Pasalnya, KPU yang menyelenggarakan Pilpres jujur dan adil menjadi pihak pertama yang berbuat tidak jujur dan tidak adil. Melakukan penghitungan suara hasil pencoblosan pada 17 April 2019 bukan berdasarkan kejadian di TPS melainkan berdasarkan kejadian di gedung KPU. Berakibat suara untuk 01 selalu ditambah sebaliknya suara untuk 02 selalu dikurangi bahkan juga dihilangkan. Tidak hanya terjadi sekali dua kali melainkan berkali-kali hingga puluhan ribu kali.

Ketidakjujuran dan ketidakadilan KPU diperkuat dengan ketidakjujuran dan ketidakadilan Bawaslu, Kapolri, Kejagung dan lembaga2 negara lainnya. Berakibat secara de facto NKRI tidak lagi berdasarkan Tuhan Yang Maha Esa yang memerintahkan hamba2 Nya berbuat jujur dan adil melainkan berdasarkan KPU yang kini menjadi tuhan yang maha esa yang memerintahkan anggota2nya berbuat tidak jujur dan tidak adil.

Kalau sudah begitu apakah Tuhan Yang Maha Esa lantas menghukum KPU yang kini menjadi dan mengaku sebagai tuhan yang maha esa? Bisa jadi KPU tidak percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa yang bisa menghukum hamba2nya yang tidak jujur dan tidak adil sehingga dikategorikan melanggar perintah Tuhan Yang Maha Esa. Buktinya ketidakjujuran dan ketidakadilan KPU tetap terus berlangsung dari hari ke hari tanpa ada sedikitpun hukman atau azab dari Tuhan Yang Maha Esa.

Lebih dari itu ketidakjujuran dan ketidakadilan KPU diperkuat dengan adanya dukungan dari Kapolri. Terllihat dari tidak adanya tindakan hukum dari Polri sebagai penegak hukum terhadap KPU yang melanggar hukum. Terkesan Polri membiarkan KPU berbuat melanggar hukum dan siapapun yang berusaha menghalang-halangi kejahatan KPU itu akan berhadapan dengan Polri. Bakal dituding sebagai pelaku ujaran kebencian berdasarkan undang2 ITE buat meredam dan mematikan perlawanan rakyat terhadap kejahatan KPU.

Kalau ternyata nantinya KPU tetap berhasil menggolkan jagoannya menang Piplres dengan jalan tidak jujur dan tidak adil maka hal ini bisa berarti Tuhan Yang Maha Esa telah mati. Tuhan tidak lagi berkuasa. Yang berkuasa adalah KPU.

Kalau itu ternjadi maka  warga negara Indonesia yang sebelumnya menjadikan Tuhan Yang Maha Esa sebagai dasar dalam berkata dan berbuat akan juga meninggalkan Tuhan Yang Maha Esa. Mereka menganggap tuhan telah mati. Buktinya Tuhan Yang Maha Esa tidak dapat menghukum KPU yang melanggar perintah2 Tuhan Yang Maha Esa.

Mungkin tak lama lagi NKRI yang berdasarkan Tuhan Yang Maha Esa bakal diamandemen menjadi NKRI berdasarkan KPU Yang Maha Kuasa. Hanya KPU yang bisa menjadikan seseorang menjadi presiden sebaliknya menggagalkan seseorang menjadi presiden. KPU menggenggam nasib presiden NKRI setidaknya lima tahun sekali.

Tentu saja masih banyak warga negara Indonesia yang tidak hanya menjadikan Tuhan Yang Maha Esa sebagai hiasan konstitusi NKRI. Tetap beriman dan meyakini Tuhan Yang Maha Esa berkuasa menakdirkan seseorang menjadi presiden sekaligus juga menakdirkan seseoran gagal menjadi presiden. Tuhan selalu menggenggam nasib manusia termasuk nasib dari orang2 yang berada di balik KPU.

Mereka meyakini ketidakjujuran dan ketidakadilan KPU yang berarti melanggar larangan Tuhan Yang Maha Esa berakibat buruk terhadap orang2 di balik KPU. Terlebih lagi para pimpinan KPU yang  memutuskan kemenangan suara seseorang melalui kecurangan dan kebohongan yang begitu rapi lagi diberitakan berkali-kali. Pimpinan KPU meyakini kecurangan dan kebohongan yang terus-menerus diberitakan akan menjadi kebenaran dan kenyataan sehingga mengalahkan kejujuran dan keadilan.

Sepanjang masih ada warga negara Indonesia meyakini dan mengimani Tuhan Yang Maha Esa sepanjang itu pula Tuhan Yang Maha Esa akan memperlihatkan kekuasaannya. Ada saatnya orang2 yang melanggar larangan Nya naik menikmati kekuasaan namun akhirnya harus jatuh dari kekuasaan tanpa disangka-sangka.

Ada saatnya orang2 yang tidak melanggar larangan Nya merasakan sakitnya dan susahnya dibawah kekuasaan namun akhirnya naik menikmati kekuasaan tanpa disangka-sangka. Tuhan Yang Maha Esa memberikan kekuasaan kepada siapa yang dikehendaki Nya dan mencabut kekuasaan dari siapa yang dikehendaki Nya. Di tangan Nya segala kekuasaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun