Lima korban anggota polisi meninggal dunia di tempat kejadian perkara menjadi korban para tahanan dalam kerusuhan di rutan Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, beberapa waktu lalu. Masing-masing bernama Bripda Syukron Fadhli, Ipda Yudi Rospuji, Briptu Fandy, Bripka Denny dan Bripda Wahyu Catur Pamungkas. Hanya ada satu korban polisi dapat selamat dari penganiayaan dan pembunuhan yaitu Bripka Iwan Sarjana.\
Keluarga korban dari kelima anggota polisi yang meninggal dunia berduka cita. Istri-istrinya menjadi janda dan anak-anaknya yatim. Karenanya nun dari lubuk hati paling dalam, mereka meminta keadilan kepada Kapolri dan Presiden selaku penegak hukum tertinggi di negeri ini. Bahkan kalau saja korban bisa dihidupkan sementara akan juga menuntut keadilan.
Tuntutan keadilan itu adalah wajar dan tidak perlu diucapkan siapapun. Terlebih lagi majalah Tempo menggambarkan kekejaman para tahanan yang menganiaya dan membunuh polisi dalam bentuk ilustrasi seorang polisi yang berlutut dengan kedua tangan bertaut di belakang kepalanya ditodong senapan oleh seorang tahanan. Bahkan diilustrasikan juga polisi-polisi ketakutan lalu meminta ampun kepada tahanan yang menodongnya.
Lebih dari itu, apa yang mereka tuntut adalah sesuatu yang mendasar dalam kehidupan bernegara. Bahkan lima dasar negara RI atau NKRI menuliskan keadilan pada dua sila yaitu sila kedua dan kelima. Masing-masin berbunyi, PERIKEMANUSIAAN YANG ADIL dan beradab; dan sila kelima, KEADILAN SOSIAL bagi seluruh rakyat Indonesia.
Semua korban dan keluarga korban hanya menuntut keadilan kepada Presiden dan Kapolri. Kiranya para pelakunya yaitu tahanan-tahanan mendapatkan hukuman yang setimpal terutama tahanan-tahanan yang menganiaya dan membunuh korban sebagaimana diilustrasikan majalah Tempo. Bukan tahanan-tahanan lainnya yang tidak menganiaya dan tidak membunuh korban. Tahanan-tahanan lainnya yang tidak terbukti menganiaya dan membunuh korban dibebaskan dari segala tuntutan hukuman apapun juga sesuai demi keadilan atas nama Tuhan Yang Maha Esa.
Tuntutan keadilan mereka yang menjadi korban termasuk keluarga korban merupakan wasiat dan amanat buat para penegak hukum yaitu polisi, jaksa dan hakim termasuk Kapolri dan Presiden. Wasiat dan amanat yang tertulis dalam konstitusi sejak berdirinya negeri ini sebagai negara berdasarkan hukum dan bukan negeri berdasarkan kekuasaan.
Sejak kejadian pembunuhan terhadap kelima polisi di Mako Brimob tampaknya tidak ada niat baik dari para penegak hukum untuk menegakkan keadilan sesuai tuntutan korban dan keluarga korban pembunuhan tersebut. Pasalnya, penegak hukum khususnya polisi justru memindahkan para tahanan di Mako Brimob yang di antaranya adalah pelaku-pelaku pembunuhan terhadap lima polisi ke Nusa Kambangan tanpa lebih didahulu diadili.
Dengan demikian, pelaku-pelaku pembunuhan terhadap lima polisi dibebaskan dari segala tuntutan hukum. Berarti korban-korban pembunuhan para tahanan termasuk keluarga korban tidak mendapatkan keadilan yang selayaknya didapatkan dari negara ini terutama dari Kapolri dan Presiden.
Kalau polisi-polisi yang penegak hukum dan aparat negara yang menjadi korban kejahatan di negeri ini tidak mendapatkan keadilan sebagaimana layaknya apalagi yang bukan polisi. Bisa jadi yang bukan polisi atau rakyat kebanyakan akan terus dibiarkan menjadi korban-korban kejahatan tanpa ada pembelaan hukum dari penegak-penegak hukum. Berakibat rasa aman telah tercerabut dalam masyarakat. Berlaku hukum rimba yang kuat menindas yang lemah.
Padahal dibentuknya negara lalu diangkatnya para penegak hukum terdiri dari polisi, jaksa dan hakim adalah dalam rangka mewujudkan keamanan di masyarakat. Negara dan pejabat-pejabat negara di dalamnya bersumpah menegakkan hukum dan keadilan. Sebaliknya berusaha menghilangkan dan melenyapkan ketidakadilan, kezaliman, penindasan dan penjajahan di negeri ini.
Sebenarnya mudah saja polisi mengungkap dan menyingkap tindak pidana penganiayaan dan pembunuhan terhadap lima polisi di Mako Brimob. Buka dan tayangkan saja rekaman CCTV yang ada di tiap-tiap blok, lorong dan ruangan yang menjadi tempat kejadian perkara. Mungkin menyamai rekaman CCTV ketika Jessica menuangkan racun sianida dalam cangkir kopi.
Dari rekaman CCTV itu pula didapatkan siapa-siapa dari tahanan yang menganiaya dan membunuh lima korban polisi berikut kekejaman-kekejamannya. Bahkan juga bisa diketahui musabab musabah tahanan-tahanan bisa menganiaya dan membunuh polisi-polisi yang menjaganya padahal polisi-polisi dilengkap senjata lengkap sebaliknya tahanan-tahanan telah dilucuti kekuatannya dan dipersempit ruang geraknya.
Itulah barang-barang bukti di pengadilan yang dapat memberi jalan kepada hakim untuk memberikan hukuman yang adil terhadap penganiaya dan pembunuh kelima polisi. Pun juga memberikan hukuman kepada polisi-polisi itu sendiri kalau memang polisi-polisi itu terbukti menyalahi protap dalam pengamanan dan penjagaan terhadap para tahanan.
Pada dasarnya yang dibutuhkan kelima korban polisi di Mako Brimob bukanlah penghargaan kenaikan pangkat luar biasa sebagai anumerta melainkan keadilan. Sebab keadilan inilah yang diperjuangkan, dijaga dan dipelihara polisi dengan Tri Brata-nya dan Catur Prasetya-nya. Keadilan pula yang nantinya diungkap dan disingkap dalam Pengadilan Hari Akhirat di hadapan Allah Maha Adil.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H