Iri hati dan dengki iblis terhadap manusia tidak pernah ditindaklanjuti dengan kejahatan pake kekerasan dan pembunuhan. Bagaimanapun iri hatinya dan bencinya iblis terhadap manusia khususnya manusia2 teladan seperti Nabi maka kejahatan iblis tidak pernah pake kekerasan dan pembunuhan. Andalan kejahatan iblis hanyalah pake bujukan, rayuan dan bersumpah.
Hari ini dunia menyaksikan bagaimana anak2 keturunan Qobil melakukan teror di mana2 dan ke mana2. Terjadi kekerasan dan pembunuhan manusia kuat atas manusia lemah termasuk di Indonesia.
Hanya saja manusia yang melakukan teror itu justru mengkambing-hitamkan iblis atau syetan sebagai penyebab teror. Lihat saja Presiden Amerika Bush menyalahkan Iran, Irak dan Korea Utara sebagai poros syetan karena mengancam kedamaian dunia.
Dalam kenyataannya justru Amerika yang mengancam kedamaian dunia karena menjajah negeri2 Afghanistan dan Irak dengan alasan dibuat-buat. Mengancam negara2 yang berbeda pendapat atau tidak memihak Amerika dalam perang melawan terorisme. Berarti yang poros syetan bukanlah Iran, Iraq dan Korea Utara tapi Amerika itu sendiri.
Mungkin ada benarnya apa yang dikatakan Pemimpin Tertinggi Iran Ayatullah Ali Khamenei bahwa Amerika adalah Setan yang paling dibenci sedunia.
Kalau begitu adanya asal muasal teror maka teror demi teror yang muncul di negeri ini pastilah berasal dari manusia atau sekelompok manusia yang iri hati dan dengki kayak iblias. Mereka gunakan kekerasan dan pembunuhan untuk menghabisi siapa2 yang dirihatikannya dan yang didengkinya yang dianggap sebagai lawan dan musuh politiknya.
Pikiran orang-orang iri hati dan dengki selalu berprasangka bahwa lawan dan musuh politik berpotensi menghabisi dan mengakhiri kekuasaan dirinya baik pake teror maupun pake bukan teror atau kesepakatan pemilihan yang dinamakan Pilpres.
Itu sebabnya orang-orang iri hati dan dengki cenderung menggunakan kekerasan dan pembunuhan biar kekuatan lawan dan musuh politiknya menjadi musnah dan tidak berdaya. Biar kekuasaan dirinya tetap bisa berlanjut. Kalau perlu berlanjut seumur hidupnya di dunia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H