Entahlah, tak kunjung namamu bertemu di dalam
"Daftar",Â
Tiba-tiba,Â
Di tengah-tengah gemuruh ancaman dan gertakan,
Rayuan umbuk dan umbak silih-berganti,
Melantang menyambar api kalimah hak dari mulutmu,
Yang biasa bersenandung itu,
Seakan tak terhiraukan olehmu bahaya mengancam.
Aku tersentak,
Darahku berdebar,
Air mataku menyenak,
Girang, diliputi syukur
Pancangkan!
Pancangkan olehmu, wahai Bilal!
Pancangkan pandji-pandji Kalimah Tauhid,
Wahai karihal kafirun..
Berjuta kawan sepaham bersiap masuk
Ke dalam "Daftarmu"...
Pada puncaknya Natsir dan Hamka masuk dalam Daftar Soekarno masuk dalam penjara sebagai musuh politik. Berlaku dalam politik di mana2 siapapun bisa menjadi musuh dan siapapun bisa menjadi kawan. Yang musuh bisa menjadi kawan. Yang kawan bisa menjadi musuh.
Hanya saja Natsir dan Hamka tetap menganggap Soekarno adalah kawan dan bukan musuh meskipun Soekarno menganggap keduanya musuh. Karenanya Natsir dan Hamka tetap berbaik sangka dengan Soekarno. Meski berbaik sangka keduanya dibatasi dan terbatas jangan sampai mengorbankan keyakinannya dan keimanannya sebagai seorang Muslim. Dalam hal ini, Muslim hanya tunduk dan patuh kepada Allah Maha Kuasa melebihi segala ketundukan dan kepatuhan kepada siapapun dan apapun yang ada di dunia.
Baik sangkanya Hamka kepada Soekarno dibuktikan dengan tetap menjadikan Soekarno sebagai kawan. Ketika Presiden Soeharto memberitahukan surat wasiat tulisan tangan dari Soekarno yang baru saja meninggal dunia maka Hamka langsung mengiyakannya tanpa ragu2. Dalam wasiatnya, Soekarno meminta Buya Hamka mengimami shalat jenasahnya bilamana dirinya meninggal dunia.
Tampaknya di tengah2 kesusahannya dalam penjara politik Presiden Soeharto timbul kesadaran dalam diri Soekarno mengenai kebenaran nasehat2 sahabat2nya yaitu Natsir dan Hamka. Berusaha menjalin kembali persahabatannya yang pernah terputus gara2 mengikuti dan menjadi budak dari syahwat politik. Sayangnya semuanya sudah terlambat.
Kini Natsir, Hamka dan Soekarno berada dalam Ruang Pengadilan Negeri Akhirat di hadapan Allah Maha Adil. Ketiganya tengah mempertanggungjawabkan perkataan dan perbuatan selama menjalani hidup dan kehidupan dunia yang begitu singkat.
Kiranya penguasa2 sesudahnya juga menyadari jangan sampai mengikuti dan menjadi budak syahwat politik. Jangan sampai terlambat. Tetap menerima dan mengikuti nasehat2 yang benar dan baik dari manapun datangnya terlebih dari mereka2 yang tetap berprasangka baik. Bagaimanapun juga apa yang dialami penguasa2 sebelumnya bisa juga terjadi pada penguasa2 sesudahnya siapapun orangnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H