Kejadian penembakan misterius atau biasa dikenal Petrus (mengambil nama salah satu murid Yesus dalam bahasa Yunani atau Nabi Isa Alaihi Salam dalam bahasa Aram/ Arab) membuat kriminalitas merosot pada tahun 1980-an semasa Presiden Soeharto. Padahal sebelumnya kriminalitas meroket melalui aksi para para preman atau gali kepanjangan dari gabungan anak liar yang melakukan pemerasan, pembunuhan dan perkosaan di kota2 besar.
Ketika itu tiap hari masyarakat disuguhi pemandangan adanya korban2 manusia mati mengenaskan dalam karung dengan kondisi terikat tangan dan leher. Semua korban dikenali oleh masyarakat dengan  jelas sebagai preman di wilayahnya masing2 yang seringkali melakukan kejahatan2 dan gangguan2 yang meresahkan masyarakat.
Tidak ada seorangpun masyarakat berani melawan keganasan preman. Pihak keamanan atau polisi pura2 tidak melihatnya dan cenderung membiarkannya kecuali kalau dirinya sendiri yang menjadi korban kejahatan preman. Jadi siapapun dari masyarakat yang mencoba melawan apalagi berusaha memberantas kejahatan preman pastilah akan juga mati dikeroyok dan dipermak preman2 setempat.
Keresahan masyarakat terhadap premanisme sampai juga ke telinga Presiden Soeharto. Pada tahun 1982 dalam sejumlah kesempatan Presiden menginstruksikan polisi dan ABRI mengambil langkah pemberantasan yang efektif menekan angka kriminalitas yang meroket.
Polisi dan ABRI mengaplikasikan instruksi Presiden dengan memburu, menangkap dan menembak mati orang2 yang dikenal masyarakat setempat sebagai pemeras, garong, pembunuh dan pemerkosa. Membiarkan mayat2nya menjadi tontonan mengerikan bagi masyarakat sebelum akhirnya dimasukkan dalam kubur sebagai shock terapy bagi preman2 di mana2. Masyarakat kemudian mempopulerkannya sebagai Petrus atau penembakan misterius.
Dalam aksinya, Petrus punya target dan sasaran yang begitu jelas dan gamblang. Hanya orang2 yang cenderung berbuat jahat atau suka melakukan kejahatan saja yang ditembak mati berdasarkan informasi masyarakat di mana orang2 itu berada.
 Pada umumnya mereka memiliki atau ditandai dengan tato baik sedikit maupun banyak. Makin banyak tatonya berarti makin banyak kejahatannya. Makin sedikit tatonya makin sedikit kejahatannya.
Soeharto mengakui Petrus sebagai bagian dari tanggung jawabnya mewujudkan  Kamtibmas. "Tindakan tegas bagaimana? Ya, harus dengan kekerasan. Tetapi, kekerasan itu bukan lantas dengan tembakan..dor..dor.. begitu saja, bukan!Â
Yang melawan, mau tidak mau, harus ditembak. Karena melawan, mereka ditembak. Lalu, ada yang mayatnya ditinggalkan begitu saja. Itu untuk shock therapy, terapi goncangan. INI SUPAYA ORANG BANYAK MENGERTI BAHWA TERHADAP PERBUATAN JAHAT MASIH ADA YANG BISA BERTINDAK DAN MENGATASINYA. Tindakan itu dilakukan supaya bisa menumpas semua kejahatan yang sudah melampaui batas perikemanusiaan itu. Maka, kemudian meredalah kejahatan-kejahatan yang menjijikan itu." (Soeharto: Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya (1989), yang ditulis Ramadhan K.H.).
Salah seorang preman yang selamat dari Petrus bernama Trimurjo alias Kentus mengakui dirinya begitu ketakutan dengan Petrus. Sejumlah rekan2nya sesama preman satu demi satu mati ditembak secara misterius. Berakibat Kentus selalu bersembunyi dari satu tempat ke tempat lainnya. Jangankan berbuat kejahatan berbuat baik saja tidak bisa dilakukannya gara2 sudah dikenali masyarakat sebagai preman yang menjadi target Petrus. Kegiatannya yang mengawal kegiatan-kegiatan Golkar yang dipimpin Soeharto di daerahnya sebagai penjaga keamanan tidak dapat mencegah dan menghalang-halangi Petrus memburunya dan mengancam menembak mati.
Pada akhirnya Kentus dibawa ke Kodim. Tiap hari harus melaporkan keberadaan dirinya. Bahkan pengusaha2 Cina yang menjadi target pemerasan preman seringkali dihadapkan kepada Kentus untuk mendapatkan bukti kalau Kentus pernah memerasnya.
Selama delapan tahun Kentus mondar-mandir tidak menentu. Bekerja baik2 tidak bisa. Berbuat jahat bakal mati mendadak. Bahkan kawan2nya yang dahulu begitu akrab mengusirnya dan menjauhinya karena khawatir bakal jadi korban Petrus.
Aksi2 Petrus di mana2 membuat angka kriminalitas merosot drastis sejalan dengan semakin banyaknya karung berisi mayat preman bermunculan di mana2. Preman berkurang. Kejahatan seakan-akan lenyap. Preman2 Â yang masih bertato meski sedikit berusaha menghapusnya mati2an dengan berbagai cara. Tapi preman2 dengan tato begitu banyak kesulitan menghapusnya.Â
Tiap hari ketar-ketir dan selalu bersembunyi dari penglihatan polisi dan ABRI karenanya nyawanya bisa lenyap mendadak. Layaknya polisi dan ABRI serupa malaikat2 pencabut nyawa.
Seketika itu juga rasa aman memenuhi masyarakat di mana2. Tidak ada lagi rasa takut bagi masyarakat membawa-bawa uang sebanyak-banyaknya di jalan2. Preman2 yang mengetahuinya juga tidak mau sembarangan menghadang orang yang membawa uang banyak2. Sebab dikhawatirkan mereka yang membawa uang banyak2 adalah Petrus yang sedang menyamar untuk menjebak mangsanya. Hanya preman cari penyakit atau bosan hidup saja yang berani menghadang Petrus.
Begitu Petrus yang membuat preman2 tidak berkutik sekaligus menekan habis tingkat kriminalitas menjadi minimalis. Masyarakat menikmati tingkat keamanan secara optimal selama waktu2 tertentu setelah Petrus beraksi dari tahun ke tahun.
Kisah Petrus memberantas penjahat2 cepat berlalu dan kini berganti dengan kisah Densus 88 atau Penembakan Khusus (Pesus) memberantas teroris2. Baik Petrus maupun Pesus bebas berbuat apa saja terhadap targetnya dan sasarannya dengan melanggar hukum dan HAM tanpa ada sanksi hukum sedikitpun. Bahkan siapapun yang ditembak mati Petrus dan Pesus dianggap salah. Sebaliknya Petrus dan Pesus selalu benar, berada di atas hukum dan menjadi hukum itu sendiri layaknya hakim. Dengan kata lain Petrus adalah polisi, jaksa, pembela dan hakim sekaligus.
Pesus berbeda dengan Petrus. Penembak Pesus begitu jelas sedangkan korban2 penembakannya tidak jelas kejahatannya dari kalangan Muslim2 yang dikenal suka beribadah ke masjid. Bandingkan dengan Petrus yang penembaknya tidak jelas sedangkan korban2 penembakannya begitu jelas dari kalangan preman dan penjahat yang suka mengganggu masyarakat lagi jauh dari agamanya.
Kalau korban2 Petrus banyak ditandai manusia2 bertato maka korban2 Pesus banyak ditandai ber-KTP Islam, rajin shalat di masjid, berjilbab dan bercadar bagi wanita dan dikenal baik di masyarakatnya alias bukan orang jahat. Korban2 Petrus dibiarkan beberapa saat menjadi tontonan masyarakat sebaliknya korban2 Pesus langsung diamankan dan disembunyikan Pesus supaya jangan menjadi tontonan masyarakat. Bahkan pihak keluarga korban pun seringkali dilarang melihat kondisi mayatnya yang menjadi korban Pesus.
Tindakan2 Petrus berdampak positif bagi keamanan di masyarakat. Tapi tindakan2 Pesus justru berdampak negatif bagi keamanan Muslim khusunya di masyarakat. Berakibat ada sebagian Muslim2 yang tidak berani lagi rajin pergi ke masjid karena takut dianggap teroris dan menjadi korban Pesus. Berakibat masyarakat Muslim khususnya semakin dijauhkan dari agamanya padahal agama merupakan Sila Pertama dari Lima Dasar Negara RI.
Aksi2 Pesus tidak pernah membuat angka terorisme berkurang ke tingkat minimalis meskipun aksi2 Pesus terus menerus dilakukan dari tahun ke tahun sejak berdirinya Densus 88 pada 2002 hingga sekarang setelah kejadian Bom Bali. Dalam kenyataannya, terorisme selalu muncul pada waktu2 tertentu setiap tahunnya. Pelaku2nya selalu dikait-kaitkan Pesus dengan jaringan terorisme internasional. Bahkan kemunculan terorisme bisa mencapai puncak2nya bilamana banyak kebijakan2 pemerintah yang ditentang masyarakatnya atau ada kegagalan pemerintah memenuhi janji2 kampanyenya.
Lebih dari itu, sehebat apapun aksi2 Pesus ternyata tidak membuat preman2 dan para pelaku kejahatan pemerasan, garong, pembunuhan dan pemerkosaan berkurang drastis. Tercermin dari tingkat kriminalitas kembali meroket setelah merosot melalui aksi2 Petrus di masa lalu. Bahkan dalam kasus2 tertentu preman2 menjadi bagian dari pihak keamanan untuk melakukan tindakan2 tertentu untuk kepentingan pihak keamanan itu sendiri meskipun merugikan rakyat banyak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H