Dalam perjalanannya, barisan ganti presiden bukan saja dihadapkan pada barisan tetap presiden tapi juga barisan siaga terorisme. Pasalnya, di tengah2 perseteruan barisan ganti presiden versus barisan tetap presiden muncul barisan siaga terorisme yang muncul begitu saja memerangi teroris yang juga muncul begitu saja di mana2 dan ke mana2. Bahkan barisan siaga terorisme terkesan mendukung barisan tetap presiden berkoalisi menghadapi dan berusaha mengalahkan barisan ganti presiden.
Hanya dalam waktu singkat pemberitaan barisan siaga terorisme meroket mengalahkan barisan ganti presiden. Pemberitaan barisan ganti presiden merasa menjadi target dalam perang terorisme sehingga merasa takut menyatakan aspirasinya terus-terang.
Karenanya pemberitaan barisan ganti presiden agak merosot sejalan dengan meroketnya pemberitaan barisan siaga terorisme. Berusaha membaca situasi dan kondisi yang sedang terjadi di depan matanya dengan melakukan aksi tiarap. Mencari keselamatan diri lebih penting dari mati konyol harus menerima tuduhan sebagai tersangka teroris.
Barisan siaga terorisme tidak ada yang bisa menghalang-halanginya. Bebas berbuat apa saja. Siapapun menghalang-halangi bakal masuk target tersangka terorisme. Masyarakat cenderung membiarkan pihak kepolisian melakukan aksi2nya berupa penembakan, pemboman dan pembacokan serta penangkapan. Berlaku motto tiada hari tanpa memerangi teroris. Hari2 memerangi teroris menjadi tupoksi polisi dari mabes, mapolda hingga polsek.
Barisan ganti presiden menyadari tidak selamanya polisi mampu memerangi teroris selama-lamanya. Ada masanya polisi harus istirahat dan melepaskan lelah dari kerja kerasnya memberantas terorisme. Ada masanya pula kehabisan stok tersangka teroris. Tidak pula tertutup kemungkinan timbul kebosanan semua pihak dalam memerangi terorisme di negeri ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H