Dengan melalui imajinasi, sastra membawa pembaca lebih dalam ke dunia nyata, membuat orang mampu memahami masalah-masalahnya.
Sastra Terpinggirkan
Oleh karena itu, karya sastra membuat penulis dan pembaca dekat dengan kehidupan. Melalui karya sastra sering diketahui keadaan, cuplikan-cuplikan kehidupan masyarakat seperti dialami, dicermati, ditangkap, dan direka oleh pengarang.Â
Bahkan, seringkali sebuah suasana tertentu dapat lebih dihayati, dirasakan dengan hati apabila membaca dan mengapresiasi sebuah cerpen, novel atau sebiji sajak daripada membaca suatu laporan penelitian yang ilmiah. Hal itu dikarenakan, dalam mengapresiasi karya sastra perasaan kita dilatih untuk peka dan berempati terhadap sesama.
Sayangnya, kecenderungan pendidikan di sekolah pada umumnya hanya mengedepankan ilmu eksakta daripada ilmu yang lain. Seolah pendidikan sastra yang merupakan ilmu humaniora hanya membuang waktu dan tidak ada gunanya.
Padahal, sastra berperan sangat besar untuk memberikan pendidikan karakter khususnya dalam menanamkan nilai-nilai dan investasi moral masa depan, mengingat sastra itu berbicara tentang manusia dan kemanusiaan.
Walaupun demikian, alternatif pembelajaran moral kepada siswa didik lewat sastra hendaknya tetap diupayakan khususnya oleh guru bahasa Indonesia agar siswa memiliki pemahaman nilai-nilai moral yang baik. Hal tersebut sangatlah penting untuk memberikan bekal pembelajaran nilai moral kepada siswa sejak dini.
Tidak menutup kemungkinan, guru mata pelajaran lain pun dapat pula turut membelajarkan nilai moral kepada siswa. Hal itu tentu saja tergantung kepedulian, kemauan, dan tingkat kreativitas guru masing-masing.
Sehingga tugas menanamkan nilai moral dan akhlak tidak hanya menjadi tanggung jawab guru agama saja, melainkan tanggung jawab semua guru di Sekolah.
Muhammad Noor Ahsin
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H